Home  /  Berita  /  GoNews Group

Peringati 'May Day', AJI Jakarta: Upah Layak Jurnalis Pemula di Ibu Kota Rp 7,54 juta

Peringati May Day, AJI Jakarta: Upah Layak Jurnalis Pemula di Ibu Kota Rp 7,54 juta
Para jurnalis AJI Medan sedang melakukan aksi dipimpin Ketua AJI Medan Agus Perdana (paling kanan). Foto (Dok AJI Medan)
Minggu, 01 Mei 2016 14:14 WIB
JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menetapkan besaran upah layak jurnalis pemula pada tahun 2016 sebesar Rp7.540.000. Jurnalis pemula adalah reporter yang baru diangkat menjadi jurnalis tetap atau baru bekerja setahun di perusahaan media.

Dalam siaran pers yang diterima GoSumbar.com, Minggu (1/5/2016) disebutkan, Angka upah layak itu meningkat dibanding upah layak tahun lalu sebesar Rp 6.510.400. Upah layak yang dimaksud di sini adalah take home pay, upah total yang diterima setiap bulan oleh jurnalis.

“Upah layak itu angka ideal untuk jurnalis pemula. Dalam kenyataannya, upah yang setara dengan upah layak itu baru diterima oleh jurnalis setelah bekerja lebih dari lima tahun,” kata Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, Ahad 1 Mei 2016. Kampanye upah layak ini diumumkan bersamaan dengan peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day.

AJI Jakarta menilai bila upah layak tersebut diberikan ke jurnalis akan meningkatkan mutu produk jurnalisme karena jurnalis bisa bekerja secara profesional dan tidak tergoda menerima amplop yang merusak independensi jurnalis. Gaji yang kecil kerap menjadi pemicu jurnalis menerima sogokan dari nasarumber. Angka upah layak mengalami kenaikan berdasarkan survei AJI Jakarta pada April 2016.

AJI Jakarta mensurvei kenaikan harga kebutuhan-kebutuhan jurnalis di Jakarta. Jurnalis memiliki kebutuhan tersendiri agar mampu bekerja dengan profesional. AJI Jakarta menghitung angka tersebut dari 40 komponen kebutuhan hidup berdasarkan 5 kategori ditambah tabungan 10 persen.

Kategori itu adalah makanan, tempat tinggal, laptop plus Internet, dan kebutuhan lain. Perhitungan upah layak sudah memperhitungkan inflasi. Ada kebutuhan khas di jurnalis seperti langganan koran, modem, dan menyicil komputer yang membuat upah layak jauh di atas upah minimum provinsi (UMP). (Lampiran 1)

AJI Jakarta menekankan pentingnya kesejahteraan jurnalis. Ketika jurnalis sejahtera, maka akan tercipta produk jurnalistik bermutu yang mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Upah layak dan kesejahteraan juga dapat membentengi jurnalis dari godaan suap dari narasumber. Sehingga produk jurnalistik yang dihasilkan tetap terjaga independensinya dan bermanfaat bagi publik,” ujar Hasim.

Di luar upah layak jurnalis itu, perusahaan media juga wajib memberikan jaminan keselamatan kerja, jaminan kesehatan dan jaminan sosial kepada setiap jurnalis dan keluarganya. Ini termasuk hak-hak jurnalis perempuan seperti ruang laktasi, cuti haid, dan cuti melahirkan.

Pasalnya, AJI Jakarta masih menemukan pemecatan atau penghentian kontrak pada jurnalis karena jurnalis perempuan hamil. Jurnalis juga pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dan rentan terkena tindakan kriminal.

Saat ini, upah total riil (take home pay) jurnalis pemula umumnya berkisar Rp 3-4 juta per bulan. Angka ini tak berubah dalam beberapa tahun belakangan. Upah ini juga hanya sedikit di atas UMP Jakarta tahun ini sebesar Rp 3,1 juta. Padahal, jurnalis sering harus bekerja lebih 8 jam tanpa mendapat upah lembur. AJI Jakarta bahkan menemukan ada media yang masih memberi upah jurnalis di bawah UMP.

AJI Jakarta juga menekankan pentingnya jurnalis berserikat untuk memperjuangkan upah layak tersebut. Berserikat adalah hak asasi manusia dan dilindungi oleh Undang-undang Dasar dan diatur dalam UU Serikat Pekerja 21/2000.

Dengan berserikat, jurnalis memiliki benteng yang melindungi, memperkuat daya tawar, sekaligus dapat memperjuangkan kepentingannya. “Upah layak bisa diperjuangkan salah satunya dengan berserikat,” kata Hasim.

Jumlah pekerja pers yang berserikat hingga kini masih sangat minim. Data Dewan Pers 2014 menunjukan terdapat 2.338 perusahaan media. Dari jumlah itu, hanya 24 media yang memiliki serikat pekerja aktif.

“Jumlah ini hanya 1 persen dari total perusahaan media yang ada. Tentu jauh dari ideal,” kata Koordinator Divisi Serikat Pekerja Guruh Dwi Riyanto.

Ke depan, AJI Jakarta akan terus melakukan pelatihan pembentukan serikat dan kunjungan ke sejumlah media untuk mengkampanyekan upah layak dan pentingnya berserikat.

AJI Jakarta juga akan meminta Dewan Pers mengubah Standar Perusahaan Pers agar mendekati upah layak.

Saat ini, Pasal 8 Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers hanya mewajibkan perusahaan pers membayar upah jurnalis dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan UMP minimal 13 kali dalam setahun.

“Kami akan minta Dewan Pers mengubah standar besaran upah jurnalis menjadi setidaknya 2 kali upah minimum,” kata Hasim. ***

Editor:Calva
Kategori:Rantau, GoNews Group, Peristiwa
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/