Home  /  Berita  /  Pemerintahan

Tanpa Arah, Raperda Nagari Sumatera Barat Batal Disahkan

Tanpa Arah, Raperda Nagari Sumatera Barat Batal Disahkan
Rabu, 16 Desember 2015 19:31 WIB
PADANG - Ketidakjelasan bentuk Nagari dalam Ranperda Nagari Provinsi Sumatera Barat, menyebabkan sidang paripurna pengambilan keputusan pada Senin (14/12/2015) menyatakan penundaan pengesahaan Ranperda Nagari, dan mengembalikan ranperda ini kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk dilengkapi dan disempurnakan kembali. Hal ini karena, ranperda belum mengakomodir pengaturan desa adat sebagai dasar pendelegasian kewenangan provinsi dalam pembentukan perda ini.

Ranperda yang dibentuk berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) haruslah mengatur amanat Pasal 109 UU Desa yang menyatakan, ''Susunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat berdasarkan hukum adat ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi''. Pasal ini menjadi pijakan dalam perumusan ranperda, namun pengaturan nagari dalam ranperda ini, masih memiliki banyak kesamaan dengan pengaturan desa dinas dalam UU Desa dan Peraturan Pemerintah tentang desa. Sehingga materi muatan perda tersebut belum menunjukkan bahwa akan diakomodirnya bentuk desa adat dalam tubuh Nagari.

Selain itu belum adanya peraturan mengenai tata cara peralihan dari desa menjadi desa adat juga menjadi salah satu alasan lain untuk menunda pengesahan perda nagari tersebut.

Aristo Munandar, Ketua Pansus Pembentukan Ranperda Nagari yang dihubungi Selasa pagi (15/12) kemarin mengatakan bahwa penundaan pengesahan itu juga disertai beberapa catatan diantaranya, yaitu Pemerintah Propinsi dan DPRD Sumatera Barat harus membentuk tim kajian yang terdiri dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kab/Kota se Sumatera Barat, serta lembaga adat untuk melakukan inventarisasi, melakukan analisis, dan identifikasi nagari-nagari di Sumatera Barat terkait hak asal-usulnya dan kesiapannya terhadap bentuk nagari sesuai desa adat (dalam UU Desa). Kemudian harus dilakukan kembali penyatuan persepsi terkait desa adat, selanjutnya disosialiasikan lebih dalam kepada setiap nagari di Sumatera Barat terkait substansi nagari sesuai desa adat.

Penundaan Ranperda Nagari menggambarkan bahwa Sumatera Barat belum siap untuk menentukan sikap dalam menyatakan identitas Nagari yang sebenarnya. Disamping itu, akankah pilihan pragmatis dalam memandang pendanaan akan kembali menggadaikan esensi dan nilai-nilai luhur keberadaan Nagari. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus, karena konsep Nagari beralih menjadi Desa pernah disampaikan oleh Kandidat Gubernur Irwan Prayitno-Nasrul Abit dan Muslim Kasim-Fauzi Bahar dalam debat publik (Senin, 30 November 2015). Kedua pasangan ini memiliki cara pandang yang sama bahwa pengubahan sistem Nagari tersebut diyakini tidak akan menghilangkan kedaerahan dan bisa mempermudah bantuan dana dari pemerintah.

Pandangan bahwa pendanaan menjadi sumber permasalahan utama Nagari yang ingin diselesaikan dengan bentuk desa, setidaknya telah gugur. Penerapan desa-desa di Sumatera Barat menghadirkan permasalahan serius ditubuh Nagari, hal ini pernah terjadi ketika penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Semakin berkurangnya marwah adat, ketidakjelasan penguasaan dan pengelolaan ulayat dan sumber daya alam, kekacauan batas administrasi dengan wilayah adat. Membuktikan desa dinas tidak sesuai dengan semangat Nagari, sehingga muncullah gerakan Babaliak Ka Nagari, yang ditandai dengan kelahiran Perda Provinsi Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 tentang Nagari, guna mengembalikan bentuk Nagari keposisi semula (desa kembali ke Nagari).

Penundaan pengesahan Ranperda Nagari ini, setidaknya menjadi catatan bagi Gubernur terpilih kedepan, guna mematangkan dan mempertimbangkan kembali pernyataan yang telah terlontar pada debat publik beberapa waktu lalu. Tujuh tahun pasca Perda No. 9 Tahun 2000, lahir juga Perda No. 2 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari. Kelahiran perda tersebut diistilahkan dengan Batuka Cigak Jo Baruak, tidak ada perubahan yang signifikan malah membawa Nagari dengan bungkus adat tapi isinya adalah desa. Wacana bahwa dana desa adalah inti dari pembangunan sebuah nagari, setidaknya pantas untuk ditenggelamkan. Kemandirian dan kedaulatan nagari dalam mengelola dan memanfaatkan kekayaan nagari dan sumber daya alam menjadi peluang yang harus dimanfaatkan, guna mencapai kesejahteraaan sosial yang selama ini terdiam dalam tubuh Nagari.

Implementasi Bab XIII tentang ketentuan khusus desa adat khususnya Pasal 109 UU Desa, setidaknya membawa Ranperda Nagari menjadi Perda Payung yang memberikan rujukan terhadap pilihan susunan kelembagaan, pengisian jabatan dan masa jabatan kepala desa adat, yang berkontribusi dalam penerapan kewenangan desa adat guna mencapai kemandirian dan kedaulatan Nagari. Oleh karena itu, marilah kita semua mengawal jalannya perumusan Ranperda Nagari kedepan. Disamping itu, diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat agar membuka ruang partisipasi publik untuk bersama-sama memberikan masukan dalam penyusunan perbaikan ranperda ini.

Koalisi Untuk Nagari merupakan gabungan dari CSO (Civil Society Organization) Perkumpulan Qbar, LBH Padang, Walhi Sumbar, Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Nurani Perempuan, PBHI Sumbar, PUSaKO, Warsi, LBH Pers, KAKILIMA, LAM&PK, HIMA HAN FH-UA , SIRIAH Sumbar dan Individu-Individu yang peduli terhadap Nagari. (rls)

Editor:Hermanto Ansam
Kategori:Pemerintahan, Sumatera Barat
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/