Bukittinggi Ternyata Adalah Kota Kelahiran Polwan, Begini Sejarahnya
Penulis: .
Bukti sejarah kelahiran Polwan itu kini ada di depan Kantor Pos kawasan Simpang Stasiun Bukittinggi, tepatnya di pertigaan Jalan Sudirman dengan Jalan H. Agus Salim. Di sana berdiri megah sebuah Monumen Polisi Wanita (Polwan). Monumen tersebut bukan asal didirikan, tapi hadir karena sejarah.
Monumen Polwan ini diresmikan pada 27 April 1993 oleh Kepala Kepolisian RI (Kapolri) yang waktu itu dijabat oleh Jenderal Polisi Banurusman. Saat hari peresmian, warga Bukittinggi banyak yang tersentak dan seakan tak percaya. Mereka kemudian baru tahu, polwan pertama di Indonesia, justeru lahir di Kota Bukittinggi.Dalam buku Polisi Pejuang, Polisi Masyarakat: Sejarah Kepolisian RI di Sumatera Barat/Tengah terbitan tahun 2006 yang ditulis Hasril Chaniago dan kawan-kawan disebutkan, kelahiran Polwan di Bukittinggi atau Sumbar pada umumnya, tak terlepas dari berbagai permasalahan kejahatan yang sering menimpa perempuan dan anak-anak.
Perempuan yang menjadi pelaku atau korban kejahatan waktu itu seringkali keberatan jika diperiksa oleh polisi pria, terutama saat pemeriksaan fisik. Kesulitan itu ternyata juga dirasakan oleh petinggi-petinggi di Jawatan Kepolisian Negara di Jogjakarta.Pada tahun 1948, direncanakanlah untuk mendirikan pendidikan polisi wanita di setiap keresidenan di seluruh Indonesia. Instruksi dari Jogjakarta ini juga diterima oleh Markas Polisi Sumatera di Bukittinggi. Tiap keresidenan diberi kesempatan untuk mengirim dua calon. Namun hingga Mei 1948, tidak ada satupun residen yang mengirim calonnya, karena waktu itu keadaan lagi memanas.
Tapi di Bukittinggi, organisasi wanita dan organisasi wanita Islam berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah, agar dididik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi. Alasannya, jika wanita berurusan dengan polisi, maka akan diperiksa oleh polisi wanita.Apalagi waktu itu, di Bukittinggi banyak wanita pelarian dari Singapura dan Riau serta daerah lainnya, karena tidak menerima pemeriksaan badan (fouilleren) oleh polisi pria. Selain itu, banyak wanita yang tidak mau diperiksa polisi pria yang ingin melakukan pemeriksaan akibat banyaknya penyusup.
Pada 1 September 1948, cabang Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Kota Bukittinggi mengakomodir keinginan kaum wanita itu. Di Bukittinggi pada tahun 1948 itu, ada dua bentukan polisi. Pertama, Pendidikan Pembantu Inspektur Polisi, dan kedua Kursus Inspektur Polisi.Polisi Sumatera Barat waktu itu diperkenankan menerima 12 orang calon polisi wanita. Namun yang mendaftar waktu itu hanya sembilan orang. Setelah dilakukan tes, yang lulus hanya enam orang saja. Mereka adalah Nelly Pauna (Kolonel Polisi Nelly Pauna Situmorang), Mariana Saanin (Kolonel Polisi Mariana Mufti), Djasmainar (Kolonel Polisi Djasmainar Husen), Rosmalina (Kolonel Polisi Rosmalina Pramono), Rosnalia (Kolonel Polisi Rosnalia Taher) dan Dahniar (Letnan Kolonel Dahniar Sukotjo).
Selesai pendidikan Inspektur Polisi, secara efektif para pelopor polisi wanita itu mulai bertugas di Jawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya pada tanggal 1 Mei 1951.Rosmalina ditugaskan pada staf Kepala Kepolisian Negara di Jakarta, Djasmaniar ditempatkan ditempatkan di Seksi V (Jakarta Pusat), Rosmalia di Seksi IV (Jakarta Barat), Mariana Saanin di Seksi VII (Jakarta Timur), Nelly Pauna di Vice Control (reskrim bagian minuman keras dan wanita tuna susila, dan Dahniar di Seksi VI (Jakarta Pusat).
Tugas Polwan di Indonesia terus berkembang tidak hanya menyangkut masalah kejahatan wanita, anak-anak dan remaja, narkotika dan masalah administrasi bahkan berkembang jauh hampir menyamai berbagai tugas polisi pria.Bahkan di penghujung tahun 1998, sudah lima orang Polwan dipromosikan menduduki jabatan komando (sebagai Kapolsek). Hingga tahun 1998 sudah empat orang Polwan dinaikkan pangkatnya menjadi Perwira Tinggi berbintang satu.
Sejumlah polwan yang tercatat pernah mencapai pangkat bintang dan menduduki jabatan penting di Indonesia diantaranya Brigjen Pol (Purn) Jeanny Mandagi, S.H yang menduduki jabatan terakhir sebagai Kadispen Polri, Brigjen Pol (Purn), Dra. Roekmini Koesoemo Astuti dengan jabatan terakhir sebagai anggota DPR Komisi II, Brigjen Pol (Purn) Dra. Paola Bataona dengan jabatan terakhir sebagai Wagub Maluku. Brigjen Pol (Purn) Dra. Noldy Ratta dengan jabatan terakhirnya sebagai anggota DPR Komisi III, Brigjen Pol (Purn) Dra. Sri Kusmariati yang menduduki jabatan terakhirnya di Sekretariat Asean. Bahkan Kapolda Banten juga sempat dijabat oleh Brigjen Pol (Purn) Rumiah K. S.Pd.Kemudian untuk polwan yang saat ini masih aktif berdinas diantaranya Brigjen Pol. Basaria Panjaitan S.H, M.H. dengan jabatan sebagai Widyaiswara Madya Sespim Polri, Brigjen Pol. Soepartiwi, S.Pd., M.Si. dengan jabatan KaditlatsusJatrans Lemdikpol, serta Brigjen Pol. Ida Oetari Purnamasari, SAP yang menduduki jabatan sebagai Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah Dep Rehab BNN.
Di antara Polwan berbintang yang masih aktif itu, salah seorang diantaranya, yakni Brigjen Basariah Panjaitan, menjadi calon pimpinan KPK dan mendaftarkan diri ke Pansel KPK. Brigjen Basariah Panjaitan saat ini masih mengajar di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri di Lembang, Bandung dan memiliki latar belakang di Reserse serta berdinas di Sumatera. Bahkan Brigjen Basariah pernah pula berdinas di satuan Provos.Renovasi Monumen Polwan
Setelah mengalami renovasi besar-besaran, Monumen Polwan di Bukittinggi tampak lebih megah, indah dan menarik perhatian orang banyak. Monumen ini juga diharapkan menarik daya pikat wisatawan, dan menjadi ikon kedua Bukittinggi setelah Jam Gadang.
Kapolres Bukittinggi AKBP Amirjan mengatakan, renovasi itu dilakukan, karena tugu polwan lama banyak mengalami kerusakan, akibat lapuk dimakan usia. Menurutnya, renovasi Monumen Polwan itu berawal pada saat kunjungan Polwan senior dari Mabes Polri yang melihat kondisi Tugu Polwan sangat memprihatinkan, sehingga timbul ide beberapa senior Polwan untuk merenovasi tugu tersebut. Maklum, sejak dibangun pada tahun 1993 silam, baru dua kali diperbaiki dengan skala kecil, yakni pada tahun 1994 dan 1996 lalu. Namun renovasi yang ketiga ini dilakukan secara besar-besaran. Renovasi itu sendiri dimulai dengan kegiatan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh polwan senior dari Mabes Polri bersama Kapolda Sumbar pada Jumat 20 Februari 2015 lalu.“Pemugaran ini tidak menggunakan biaya APBN ataupun biaya APBD, tapi biayanya berasal dari sumbangan partisipasi Polwan se-Indonesia. Renovasi yang dilakukan tidak menghilangkan tugu yang lama, tapi menambah patung serta pilar tugu yang beratap rumah adat Minangkabau, serta penambahan lainnya untuk menarik perhatian banyak orang,” tutur Amirjan.
Menambah patung yang dimaksud Amirjan disini adalah penambahan patung polwan yang dibuat dari bahan perunggu yang tahan panas dan air. Tak hanya itu, dinding Monumen Polwan itu juga didisain agar tidak mengganggu arus lalu lintas.Amirjan berharap keberadaan monumen ini bisa menjadi aset sejarah bagi Kota Bukittinggi dan sekaligus bisa menjadi aset daerah yang perlu dijaga dan dilestarikan. Ia juga berharap, Kota Bukittinggi sebagai kota destinasi wisata, bisa menjadikan monumen itu sebagai salah satu objek wisata yang bisa dikunjungi masyarakat atau wisatawan.
“Kami berharap kepada pemerintah dan masyarakat, mari kita bisa bersatu padu menjaga keindahan dan kelestarian Monumen Polwan ini. Satu-satunya Monumen Polwan di Indonesia, hanya ada di Bukittinggi. Ini bukti sejarah, bahwa Polwan pertama itu lahir di Bukittinggi. Jadi, mari kita sama-sama menjaganya,” jelas Amirjan. ***Sumber | : | harianhaluan.com |
Kategori | : | Bukittinggi, Umum |