KPK Dilumpuhkan karena Jerat Banyak Wakil Rakyat dan Kepala Daerah Korup

KPK Dilumpuhkan karena Jerat Banyak Wakil Rakyat dan Kepala Daerah Korup
Ketua KPK Agus Rahardjo. (dok)
Sabtu, 07 September 2019 11:58 WIB
JAKARTA - Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan DPR dinilai sebagai upaya sistematis melumpuhkan KPK. Karena itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menolak revisi UU tersebut.

Dikutip dari beritasatu.com, Agus menyatakan, terdapat setidaknya sembilan poin dalam draf RUU KPK yang berisiko melumpuhkan lembaga antirasuah tersebut..

''Saya mewakili seluruh insan KPK menegaskan, KPK menolak revisi UU KPK tersebut. Bahkan KPK tidak pernah dilibatkan membahas rancangan yang 'secara diam-diam' tiba-tiba muncul tersebut,'' kata Agus dalam keterangannya melalui pesan singkat, Jumat (6/9/2019).

Agus menduga serangan bertubi-tubi terhadap KPK yang salah satunya dilancarkan melalui revisi UU 30/2002 dikarenakan sebagian besar koruptor yang dijerat KPK merupakan wakil rakyat dan kepala daerah.

Agus membeberkan, sejak mulai bekerja sekitar 16 tahun lalu, KPK telah menangani lebih dari 1.000 perkara berdasar data hingga Juni 2019. Para pelaku korupsi yang dijerat KPK yakni anggota DPR dan DPRD sebanyak 255 perkara serta kepala daerah berjumlah 110 perkara. Selain itu terdapat 27 menteri dan kepala lembaga yang dijerat, serta 208 perkara yang menjerat pejabat tinggi di instansi, yaitu setingkat Eselon I, II dan III. Tak hanya itu, KPK juga pernah menjerat Ketua DPR dan Ketua DPD aktif, serta sejumlah menteri aktif yang melakukan korupsi.

''Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang. Ini baru data sampai Juni 2019. Setelah itu, sejumlah politisi kembali diproses,'' katanya.

Agus menekankan data ini bukan hanya soal jumlah orang yang ditangkap dan diproses hingga divonis bersalah melalukan korupsi saja. Sebelum KPK berdiri, kata Agus mungkin tidak pernah terbayangkan ada ratusan wakil rakyat dan kepala daerah yang dijerat hukum hingga saat itu sering terdengar adagium 'hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas'. Namun dengan dukungan publik yang kuat, KPK berupaya untuk terus menjalankan tugasnya.

''Angka-angka di atas tentu bukan sekedar hitungan numerik orang-orang yang pada akhirnya menjadi tersangka hingga dapat disebut koruptor," katanya.

Dikatakan Agus, ratusan penyelenggara negara itu dijerat KPK lantaran terlibat korupsi terkait ratusan proyek pemerintah dan perizinan. Proyek dengan nilai hingga ratusan miliar atau bahkan triliunan rupiah dipotong untuk kepentingan sejumlah pejabat yang mereka sebut commitment fee.

''Padahal seharusnya uang rakyat Indonesia yang menjadi sumber utama anggaran, harus dapat dinikmati secara penuh oleh masyarakat. Niat baik pemerintah untuk membangun negeri ini diselewengkan para pelaku korupsi,'' tegasnya.

Dikatakan, serangan-serangan terhadap KPK mungkin tidak akan pernah berhenti sepanjang kekuatan para koruptor masih ada dan tumbuh subur. Menurutnya, korupsi terlalu mengakar sejak lama. Pejabat-pejabat yang dipilih menyalahgunakan kewenangan yang dipercayakan untuk kepentingan pribadi.

Kenyamanan mereka melakukan korupsi tampaknya memang sangat terganggu dengan kerja KPK. Terganggu dengan masyarakat yang selalu mendukung KPK ketika ada upaya-upaya melumpuhkan KPK.

''Jika hal itu dibiarkan bukan tidak mungkin akan membunuh harapan tentang Indonesia yang lebih baik dan mampu menjadi negara maju, adil, makmur, dan sejahtera dalam waktu yang tidak terlalu lama ke depan,'' katanya.

Serangan terhadap KPK belakangan dilancarkan secara bertubi-tubi. Dalam waktu yang bersamaan dengan mencuatnya wacana revisi UU KPK, DPR juga bakal melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap 10 capim KPK. Lembaga Antikorupsi menilai dari 10 capim tersebut, terdapat nama yang bermasalah.

Agus menyatakan, upaya melemahkan atau bahkan melumpuhkan KPK merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi. Hal ini lantaran KPK merupakan anak reformasi yang salah satunya mengagendakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Untuk itu, Agus mengatakan lima pimpinan KPK telah menandatangani dan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, KPK meminta Presiden tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) untuk membahas RUU KPK bersama DPR. Agus berharap, Jokowi memegang komitmennya mendukung upaya pemberantasan korupsi dan tidak akan melemahkan KPK. Menurutnya, revisi UU KPK ini akan berlanjut atau tidak sangat tergantung dari peran Jokowi. Jika Presiden tidak bersedia menyetujui maka RUU tersebut tidak akan pernah jadi UU. Jika Presiden ingin KPK kuat, maka KPK akan kuat.

''Kami percaya, Presiden Joko Widodo tidak akan membiarkan anak reformasi ini tersungkur, lumpuh dan mati. Insya Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan bimbingan Nya kepada kita semua,'' harapnya.***

Editor:hasan b
Sumber:beritasatu.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/