Kaum Disabilitas Minta Pasal 104 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dihilangkan, Begini Bunyinya

Kaum Disabilitas Minta Pasal 104 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dihilangkan, Begini Bunyinya
Sejumlah penyandang disabilitas mental berada di Panti Rehabilitasi Yayasan Galuh, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (7/2/2019). (republika.co.id)
Sabtu, 09 Maret 2019 08:25 WIB
JAKARTA - DPR diminta menghilangkan Pasal 104 dalam Rancangan Undang-Udang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS), karena dinilai merupakan diskriminasi terhadap perempuan penyandang disabilitas mental.

Dikutip dari republika.co.id, permintaan itu disampaikan saat audiensi Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/3).

''Mengingatkan kepada DPR RI untuk menghapus pasal 104 sesuai dengan surat Komnas Perempuan kepada Panja RUU P-KS Komisi VIII DPR RI,'' kata Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia Yeni Rosa Damayanti dalam audiensi tersebut.

Yeni mengatakan di dalam pasal 104 itu dijelaskan bahwa pemaksaan kontrasepsi bukan merupakan tindakan pidana apabila dilakukan kepada disabilitas mental. Adanya pengecualian tersebut menurutnya bentuk diskriminasi terhadap kelompok disabilitas.

''Pengecualian itu yang kita, 'wah kok dikecualikan, gimana? diskriminasi', jadi itu yang kita minta (dihapus),'' kata Yeni.

Hal senada juga disampaikan Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu. Menurutnya pasal tersebut dinilai melanggar prinsip-prinsip penghormatan atas tubuh seseorang.

''Tetap saja walaupun penyandang disabilitas, walaupun intelektualnya terbatas, walaupun disabilitas mental mereka kan sesama manusia. Prinsip dari UU nomor 8 (tahun 2016) kan bukan masalah terkait dengan dia bersikap seperti apa, dia gaya hidupnya bagaimana, berperilaku seperti apa, tapi bagaimana perlindungan itu harus dilakukan kepada mereka,'' ujarnya.

Sementara itu anggota Panja RUU Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengaku akan terus melakukan pembahasan dengan para pakar. Menurutnya pembahasan RUU tersebut harus hati-hati dalam penggunaan bahasa.

''Ahli bahasa pun akan kami panggil pada saat kami melakukan pembahasan daftar inventaris masalah sehingga mungkin yang selama ini bisa dikatakan menjadi pembahasan hangat di masyarakat adalah kata-kata yang multitafsir,'' jelasnya.

Pasal 104 pada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual berbunyi:

''Dalam hal pemasangan kontrasepsi terhadap orang dengan disabilitas mental yang dilakukan atas dasar permintaan keluarga berdasarkan pertimbangan ahli untuk melindungi keberlangsungan hidup orang tersebut bukan merupakan tindak pidana''.

Turut hadir perwakilan beberapa himpunan dalam audiensi itu, diantaranya Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia (PJSI), Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI), Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), dan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA). Sementara anggota Panja RUU PKS yang hadir yaitu Rahayu Saraswati Djoyohadikusumo, Diah Pitaloka, dan I Gusti Agung Putri Astrid.***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77