Kisah Laura Lazarus, Pramugari Korban Kecelakaan Lion Air, Mukanya Rusak dan Pinggangnya Patah, Kini Pakai Tongkat

Kisah Laura Lazarus, Pramugari Korban Kecelakaan Lion Air, Mukanya Rusak dan Pinggangnya Patah, Kini Pakai Tongkat
Mantan pramugari Lion Air Laura Lazarus. (tribunnews)
Rabu, 31 Oktober 2018 09:15 WIB
JAKARTA - Laura Lazarus merupakan mantan pramugari pesawat Lion Air. Laura terpaksa mengakhiri kariernya sebagai pramugari, setelah menjadi korban kecelakaan Lion Air di Solo tahun 2004 lalu. Ketika itu Laura masih berusia 19 tahun.

Dikutip dari grid.id, Laura menceritakan kisahnya saat menjadi tamu di acara Indonesian Lawyer Club (ILC).

Kecelakaan Lion Air di Solo pada tahun 2004 merupakan kecelakaan kedua dialami Laura. Yang pertama di Palembang pada Juli 2004. Ketika itu pesawat keluar dari landasan pacu dan roda depan terbenam di lumpur.

Pesawat yang sama dengan nomor seri yang sama juga yang ia tumpangi saat mengalami kecelakaan di Solo, November 2004.

Dalam kecelakaan kedua ini ia mengalami luka parah. ''Sebagian muka saya hancur dan tulang pipi saya remuk,'' katanya.

Laura pun harus menjalani lebih dari 19 kali operasi untuk memulihkan kondisinya seperti semula.

''Saat itu tangan saya copot, pinggang patah, kaki patah, betis hilang setengah bagian,'' lanjutnya.

Ia kini berjalan menggunakan tongkat.

Laura sempat dirawat di rumah sakit selama delapan bulan pasca kecelakaan. Hingga 2017, ia masih menjalani operasi di bagian kaki.

''Lion Air itu menanggung (biaya perawatan) pada awal ketika kejadian kecelakaan, delapan bulan awal dia (Lion Air) tanggung. Pokoknya dia sudah lepas sejak tahun 2007, nggak ada lagi pertanggungjawaban,'' kata Laura.

Ia mengalami kecelakaan pada usia 19 tahun. Gaji pokoknya berhenti dikirim tahun 2006.

Tahun 2007 tak ada kabar dari pihak Lion Air.

''Tahun 2008 saya coba nyamperin tapi nggak ada kabar (dari Lion Air),'' kata Laura.

Saat itu Laura mengalami kebingungan sebagai anak muda berusia 19 tahun. Apa lagi ia bertindak sebagai tulang punggung keluarga.

Karena itulah ia mencari cara memperjuangkan kehidupan dan menanyakan kepada pihak Lion Air. Namun hasilnya mengecewakannya.

''Pada suatu titik saya berpikir 'oh mungkin pertanggung jawaban mereka sampai segini'. Tapi paling tidak bisalah memberi pemberitahuan atau diberi surat 'terima kasih atas apa yang telah kamu lakukan.' Tapi ya kembali lagi, mungkin mereka sibuk,'' ucap Laura.

Kini Laura sudah menjadi founder sebuah penerbitan buku bernama Growing Publishing dan ia ingin membangun Indonesia melalui pendidikan.

Ditanya, apakah ia merasa kecewa pada maskapai yang pernah menjadi tempatnya bekerja itu, Laura mengaku ia memang pernah kecewa. Namun, kini ia mengaku sudah biasa saja, karena jika rasa kecewa terus dipendam, ia tak akan ada di tempatnya sekarang.***

Editor:hasan b
Sumber:grid.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/