Tanah Amblas Ditelan Lumpur Pernah Terjadi di Palu Sebelumnya, Istilah Lokalnya Nalodo

Tanah Amblas Ditelan Lumpur Pernah Terjadi di Palu Sebelumnya, Istilah Lokalnya Nalodo
Kelurahan Petobo ditelan lumpur usai gempa 7,4 SR, Jumat (28/9) lalu. (liputan6.com)
Rabu, 10 Oktober 2018 17:56 WIB
JAKARTA - Usai gempa 7,4 SR Jumat (28/9) lalu, terjadi fenomona tanah bergerak dan menjadi lumpur di sejumlah wilayah di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Lumpur tersebut kemudian menyedot bangunan dan benda-benda lainnya yang ada di atasnya.

Dikutip dari liputan6.com, fenemoma alam sangat mengerikan yang disebut likuefaksi tersebut ternyata bukan pertama kali terjadi di Palu. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menuturkan, nenek moyang masyarakat Palu sebelumnya telah mengenal likuefaksi dalam istilah lokal, yakni nalodo.

''Menandakan bahwa mereka telah mengenalinya sejak lama. Likuefaksi disebut dengan istilah nalodo yang berarti ambles diisap lumpur. Daerah-daerah rentan nalodo ini dulu kosong,'' kicau Daryono dalam akun Twitter, 6 Oktober 2018.

Sementara Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono menyebutkan, riwayat malapetaka nalodo pernah terjadi puluhan tahun lalu. Namun kisahnya tak diwariskan hingga ke generasi saat ini.

Dijadikan Ruang Terbuka Hijau

Tiga kelurahan di Kota Palu, yaitu Petobo, Balaroa dan Jono Oge akan ditutup dan tak lagi dijadikan hunian masyarakat. Di wilayah yang ditelan lumpur atau likuefaksi itu, pemerintah berencana membangun ruang terbuka hijau dan monumen untuk dijadikan sebagai tempat bersejarah.

''Lokasi likuefaksi itu akan ditutup dan akan dijadikan ruang terbuka hijau serta menjadi memorial park atau tempat bersejarah dan akan dibangun monumen,'' kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selas (9/10/2018).

Kawasan itu akan diratakan atau ditutup permanen terlebih dahulu setelah masa tanggap darurat pertama berakhir pada 11 Oktober 2018.

''Kami buat monumen gempa, tragedi 28 September, dan lain-lain. Pokoknya ada tiga titik yang dibangun monumen," ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Sulteng Haris Kariming.

Adapun penduduk yang berada di kelurahan Balaroa, Petobo dan Jono Oge yang diterjang likuefaksi bakal direlokasi ke tempat yang lebih aman. Titik relokasi Balaroa Atas, Kelurahan Duyu, Ngata Baru dikaji dulu oleh para ahli untuk memastikan layak atau tidak dibangun 2.000 hingga 3.000 rumah. ***

Editor:hasan b
Sumber:liputan6.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/