Tersandung Korupsi PLTU Riau-1, Idrus Marham Mundur Sebagai Menteri Sosial

Tersandung Korupsi PLTU Riau-1, Idrus Marham Mundur Sebagai Menteri Sosial
Jum'at, 24 Agustus 2018 14:19 WIB
JAKARTA - Idrus Marham akhirnya resmi mundur sebagai Menteri Sosial setelah menghadapi kasus hukum yang menyeret-nyeret namanya pada dugaan korupsi PLTU Riau-1. Pengunduran diri sudah diajukan siang ini, Jumat 24 Agustus 2018.

''Saya sudah sampaikan ke Presiden pengunduran diri,'' kata Idrus Marham di Istana Kepresidenan, Jumat (24/8/2018). Dan dia juga telah mengirim surat ke Ketum Golkar Airlangga.

''Saya juga mundur dari kepengurusan Partai Golkar,'' ujar politikus Golkar itu. Alasannya adalah kasus hukum dugaan korupsi PLTU Riau-1 dengan tersangka politikus Golkar Eni Saragih. Idrus beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam kasus itu.

Idrus Marham diduga terlibat dalam kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau-1. Namun hingga kini statusnya masih sebagai saksi.

"Informasi ada atau tidak tersangka baru di sebuah perkara baru bisa dipastikan kalau sudah diumumkan secara resmi. ditunggu saja dulu ya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi, Jumat, 24 Agustus 2018.

Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).

PLTU Riau-1 itu dijadwalkan beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 2 x 300 MW dengan nilai proyek US$ 900 juta atau setara Rp12,8 triliun. Pemegang saham mayoritas adalah PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.

KPK sudah menetapkan Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai tersangka penerima suap yaitu Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP

Idrus dalam perkara ini sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi yaitu pada 19 Juli, 26 Juli dan 15 Agustus 2018. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Idrus sudah menerima SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) dari KPK terkait perkara tersebut.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sebelum Idrus Marham menyatakan mundur, Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp 4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp 2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. ***

Editor:Hermanto Ansam
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/