Anggota Brimob Briptu T Tembak Kepalanya Sendiri, Diduga Ini Penyebabnya

Anggota Brimob Briptu T Tembak Kepalanya Sendiri, Diduga Ini Penyebabnya
Ilustrasi. (tribunnews)
Kamis, 19 Juli 2018 09:37 WIB
JAKARTA - Anggota Brimob Briptu T ditemukan tewas di sebuah rumah di Jalan Belimbing 1 RT 05/09 Kelapa Dua Cimanggis, Kota Depok, Selasa (17/7) sore. T diduga bunuh diri dengan cara menembak kepalanya menggunakan pistol.

Dikutip dari okezone.com, pemilik rumah mengaku sempat mendengar suara menyerupai letusan senjata. ''Warga sini semua kaget ada peristiwa seperti ini, pemilik rumah Ibu Tuti saat salat langsung tiba-tiba teriak melihat korban sudah tewas hingga warga berhamburan datang termasuk temen-temennya dari Brimob,'' kata warga yang tidak mau disebutkan namanya, Rabu (18/7).

Korban diketahui sering main ke rumah tersebut. Bahkan pemilik rumah sudah dianggap sebagai orang tua korban sendiri. ''Korban memang biasa main ke sana. Biasa korban abis apel terus langsung ke sana biasa habis dinas juga,'' ujarnya.

Menurut saksi, sehari-hari Briptu T ini suka minum teh sambil main handphone (HP). Korban belum berkeluarga. ''Jika berpapasan, orangnya jarang ngobrol, kalau lewat ya lewat saja gitu,'' tambahnya.

Jasad korban dibawa ke RS polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa malam, pukul 22.00 WIB.

Akibat Tekanan Besar

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo, menduga T nekat menghabisi nyawanya sendiri lantaran memiliki tekanan yang besar.

Tekanan tersebut, kata Ferdinand, bisa datang berbentuk tekanan psikis atau emosi yang tidak tersalurkan.

''Bisa jadi tekanan tersebut datang dari lingkungan, pribadi atau eksternal baik keluarga atau karena nature dia yang merupakan seorang polisi. Mungkin tekanan pekerjaannya besar,'' katanya di Depok, Rabu.

Jika tekanan yang datang terlalu besar dan orang tersebut tidak memiliki kecakapan mengendalikan, maka bunuh diri akan menjadi jalan terakhirnya. Kecakapan emosi seharusnya dimiliki tiap individu baik dari kalangan manapun, terlebih jika orang tersebut memegang senjata.

''Dia memang sudah pernah ikut psikotes sebelumnya. Tapi perlu diingat bahwa sifat dari tes tersebut tidaklah permanen. Bisa jadi saat itu hasilnya bagus tapi di tengah perjalanan ada perubahan karena faktor yang kompleks. Ini juga mempengaruhi psikologisnya,'' pungkasnya.

Sebagai individu ada baiknya hidup bersosial. Karena ini mutlak diperlukan dan bisa menjadi penyaring jika orang tersebut sedang dalam kondisi labil. Artinya, ketika orang tersebut sedang dalam tekanan namun dia bisa menceritakan apa yang dirasakannya dengan tujuan membuat pemikirannya menjadi lebih terarah maka ini sangat membantu orang yang sedang dalam kondisi tertekan.

''Yang diperlukan adalah pengecekan penilaian psikotes secara berkala untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi di kemudian hari,'' paparnya.

Walaupun berada di lingkungan yang hirarki, ada baiknya sebagai individu saling memperhatikan kondisi sesame. Sehingga jika ada perubahan pada lingkungan sekitar atau orang sejawat bisa terdeteksi. Jika fungsi ini berjalan dengan baik maka kejadian seperti ini bisa dicegah.

''Mungkin dari rekan sekerja saling memperhatikan. Jika terlihat ada perubahan psikologis bisa terlihat. Dan juga ada pemeriksaan berkala dari Polri, karena lingkungan kerja yang keras memerlukan adanya perhatian dari atasan. Dan perlu diingat bahwa dia memegang senjata jadi perlu ada evaluasi kepemilikan,'' pungkasnya.***

Editor:hasan b
Sumber:okezone.com dan sindonews.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77