Apakah Harta Warisan Dikenakan Pajak? Begini Penjelasan DJP

Apakah Harta Warisan Dikenakan Pajak? Begini Penjelasan DJP
Ilustrasi. (lp6c)
Selasa, 06 Maret 2018 10:21 WIB
JAKARTA - Harta warisan bukan merupakan objek pajak selama belum terbagi. Ahli waris baru akan dibebani pajak bila harta warisan tersebut sudah terbagi.

Dikutip dari liputan6.com, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan, ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.03/2018 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan mengatakan, harta waris berupa rekening tidak wajib dilaporkan selama ahli waris sudah melaporkan bukti pemberitahuan resmi bahwa sang pemilik telah meninggal.

''Rekening yang dimiliki oleh seseorang yang telah wafat tidak wajib dilaporkan, sepanjang lembaga keuangan telah menerima akta Kematian atau surat wasiat dari sang pemilik,'' tukasnya di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Ketentuan itu, lanjutnya, sesuai dengan Common Reporting Standard untuk pelaksanaan automatic exchange of information (AeOl).

Dia menambahkan, sebuah pengecualian diberlakukan terhadap rekening dengan saldo di atas Rp 1 miliar milik Wajib Pajak (WP) yang belum terbagi ke ahli waris. Ia menjelaskan, rekening itu wajib dilaporkan ke KPP atau KP2KP.

''Sebuah rekening di atas Rp 1 miliar milik WP yang sudah meninggal wajib dilaporkan. Dilaporkan ya, bukan disetorkan,'' tegas dia.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng menambahkan, perkiraan tambaban subsidi listrik mencapai Rp 4 sampai5 triliun, sedangkan subsidi listrik saat ini Rp 52 triliun.

Kepastian Hukum Penghitungan Pajak

Direktorat Jendral Pajak (DJP) memberikan penjelasan mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2018 tentang cara lain menghitung peredaran bruto.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan PMK ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan panduan yang jelas bagi WP dan DJP dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan.

PMK ini berisi delapan hal yang bisa dilakukan petugas pemungut pajak atau fiskus untuk menetapkan besaran pajak yang harus dibayarkan Wajib Pajak (WP).

''Karena banyak Wajib Pajak yang protes kepada pihaknya tentang metode penghitungan pajak. Metode lama, pemeriksaan pembukuan oleh fiskus menggunakan pemeriksaan berdasarkan surat edaran dari Dirjen Pajak. Jadi sering menimbulkan sengketa,'' kata Robert di kantornya, Senin (5/3/2018).

Robert menambahkan, dengan adanya PMK ini wajib pajak diwajibkan untuk menyetorkan catatan keuangan usahanya kepada Ditjen Pajak.

Bagi perusahaan yang memiliki omset Rp4,8 miliar diminta untuk melakukan pembukuan, sementara bagi yang omsetnya dibawah Rp4,8 miliar hanya cukup melakukan pencatatan.

Demi mempermudah pemeriksaan tanpa pembukuan WP, dijelaskannya, dalam PMK ini juga memperbolehkan fiskus untuk mengirimkan cara lain menghitung kewajiban pajak WP selain omset usaha yang dimiliki.

''Fiskus diberikan kewenangan untuk menentukan penghasilan atau omset peredaran bruto bagi WP yang tidak melaporkan pembukuan peredaran bruto yang dimiliknya,'' tambahnya. ***

Editor:hasan b
Sumber:liputan6.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77