Enam Penyebar Hoaks Ditangkap Polisi, Mustofa Nahrawardaya: Saya Pastikan Itu Bukan Aktivis MCA

Enam Penyebar Hoaks Ditangkap Polisi, Mustofa Nahrawardaya: Saya Pastikan Itu Bukan Aktivis MCA
Sejumlah tersangka diperlihatkan saat rilis pelaku penyebar ujaran kebencian yang terorganisir dengan nama The Family MCA di Bareskrim Polri, Rabu (28/2). (republika.co.id)
Kamis, 01 Maret 2018 20:39 WIB
JAKARTA - Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya, menegaskan, MCA (Muslim Cyber Army) tak memiliki struktur dan pimpinan. Bila ada yang mengaku aktivis MCA dan menyebut MCA memiliki pimpinan, berarti hoaks (bohong).

Karena itu, salah seorang netizen senior Indonesia tersebut meminta polisi tidak percaya begitu saja terhadap pengakuan para pelaku.

''Para pelaku harus bisa membuktikan dirinya aktivis MCA, dengan menunjukkan beberapa hal. Jika yang bersangkutan benar-benar MCA, nanti bisa saja diuji. Tapi tidak akan saya bocorkan di sini. Sekalipun setiap netizen Muslim dapat mengaku sebagai MCA, namun bukan berarti setiap pengakuan bisa diterima sesama pegiat MCA lainnya,'' ujar Mustofa yang juga pemilik akun Twitter @NetizenTofa, kepada Republika.co.id, (1/3).

Dijelaskannya, MCA hadir bukan tiba-tiba. Meski tidak memiliki payung organisasi, rata-rata para pegiat MCA saling faham dalam bekerja membela kepentingan MCA di dunia maya.

''Jadi, para pegiat MCA ini unik. Mereka tidak pernah ketemu muka, tidak punya organisasi perekat, bahkan tidak memiliki markas. Tidak ada juga alamat email atau nomor rekening. Maka jika ada orang menggerakkan pegiat MCA menggunakan email, nomor rekening, atau menggunakan wadah terstruktur misalnya lembaga atau semacam kantor, maka saya pastikan itu bukan MCA,'' tegasnya.

Mustofa menegaskan, satu-satunya alasan mereka bergerak bersama-sama sehingga bisa menggalang opini adalah semata-mata karena alasan keyakinan sesama MCA, yang semuanya aktifis dunia maya Muslim.

''Memang hanya itu. Mereka pegiat MCA diikat oleh Islam sebagai pemersatu. Yang mengikat mereka bukan bayaran atau pekerjaan, dan bukan dipersatukan oleh partai politik maupun Ormas Islam,'' kata Mustofa.

Ditambahkan, saking hati-hatinya MCA dalam menjaga nama baik, sesama MCA dipastikan sudah saling faham bahwa mereka tidak akan membuat perkumpulan pertemanan dalam grup media sosial. Para MCA, lanjut Mustofa, tidak membuat grup WA, grup FB, atau grup media sosial lainnya seperti Telegram dan BBM grup.

''Jadi saya kaget ketika mendengar ada anggota MCA ditangkap polisi karena punya grup WA dan grup FB, lalu sengaja merancang aksi menghina Kepala Negara melalui postingan di media sosial,'' demikian kata Mustofa menanggapi berita penangkapan ''anggota MCA'' di berbagai kota.

Menanggapi langkah polisi yang merilis para pelaku, Mustofa meminta polisi agar  mengusut tuntas mereka.  Jika mereka mengaku sebagai anggota MCA, maka Polisi harus usut detail, dimana mereka mendaftar sebagai anggota MCA. Pengakuan sebagai anggota MCA oleh netizen, tidak lantas akan dipercaya netizen lain. Rata-rata netizen sudah tahu pola yang dimiliki MCA selama ini.

''Polisi jangan cepat menyerah dengan kicauan pelaku yang sudah tertangkap. Interogasi yang cermat. Nanti akan ketahuan bohongnya. Karena pegiat MCA yang asli, tidak memiliki niat-niat ujaran kebencian. Tidak melakukan hate speech dan tak mengenal keanggotaan. Kok sampai ada orang mengaku-aku punya keanggotaan MCA, itu pasti ngawur. Kehidupan pegiat MCA, ditentukan oleh sesama MCA. Yang melakukan provokasi ujaran kebencian, pasti akan di-report as spam atau diblokir oleh MCA lainnya. Itu hukum mereka,'' pungkasnya.

Diminta Berlaku Adil

Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta polisi diminta berlaku adil dalam menindak pelaku penyebar hoaks (informasi bohong).

Dikutip dari republika.co.id, politikus Partai Gerindra tersebut menganggap sejauh ini polisi hanya menindak mereka yang dianggap berseberangan dengan penguasa.

''Sementara kalau yang menjelek-jelekkan dari pihak yang propemerintah itu tidak di follow up sampai sekarang,'' ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/3).

Fadli mengingatkan, jangan sampai upaya penangkapan tersebut merupakan upaya untuk mematikan demokrasi. Pasalnya, sering kali kelompok yang dituduh penyebar hoaks justru tidak terbukti.

''Kita harus betul-betul cek apa yang dimaksud dengan hoaks, apakah ini bagian dari kebebasan berpendapat atau apa,'' katanya.

Fadli menambahkan, ketidakadilan itu semakin terlihat ketika yang disasar hanyalah kelompok muslim yang seolah-olah kelompok yang selalu jahat. ''Jadi pemerintah dalam hal ini penegakan hukum seolah-olah dia diarahkan ke sana terus tapi nanti tidak ada buktinya,'' ujarnya

Sementara anggota DPR Arsul Sani mengingatkan, jangan sampai muncul anggapan hanya akun-akun terkait kelompok Muslim saja yang ditindak atas ujaran kebencian. Hal ini terkait oleh sekelompok yang menamakan muslim cyber army (MCA) yang diduga oleh pihak kepolisian sebagai yang memproduksi hoaks.

Arsul mengatakan, ujaran kebencian (hate speech), hoaks, fitnah dan pencemaran nama baik di ruang media sosial ini sudah sangat luar biasa intensitasnya. ''Namun, proses penegakan hukum harus dilakukan terhadap semua kelompok pelaku. Tidak hanya terduga pelaku kelompok tertentu saja,'' kata Arsul melalui pesan singkat kepada Republika.co.id, Kamis (1/3).

Ia setuju kalau penegak hukum melakukan proses penegakan hukum yang terukur terhadap para pelakunya, terutama yang merupakan kelompok pengguna siber. Jika hal ini tidak diusut tuntas, menurut Arsul, akan membuka peluang yang lebih besar lagi terjadinya konflik sosial dalam masyarakat.

Untuk itu, kewajiban masyarakat juga untuk menyampaikan atau melaporkan kepada Polri akan semua kelompok masyarakat yang melakukan tindakan penyebaran ujaran kebencian tersebut. ''Kami nanti di DPR akan mengawasi proses penegakan hukumnya atas laporan-laporan tersebut, apakah terjadi diskriminasi atau tidak,'' kata dia.

Politisi PPP itu mengajak kelompok-kelompok Muslim agar melakukan investigasi awal untuk menunjukkan akun-akun kelompok lainnya yang terindikasi melakukan penyebaran hate speech atau hoaks. Segera laporkan jika didapati.

''Kami akan ikut mengawal di DPR, apakah laporannya ditindaklanjuti atau tidak,'' ujarnya.

Berakhlak dan Tidak Sebar Hoaks

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Novel Bamu'min membantah, Muslim Cyber Army (MCA) sebagai kelompok penyebar hoaks. Novel pun mempertanyakan para admin MCA yang ditangkap Bareskrim Polri.

''Nah, yang ditangkap itu harus diselidiki MCA asli atau palsu bentukan dari penguasa. Sebab, MCA asli melawan hoaks dan berakhlak, bukan malah bikin hoaks,'' kata Novel, Kamis (1/3).

Novel menerangkan, MCA kata Novel, lahir dengan tujuan melawan hoaks penguasa yang ketika itu terbentuk saat Pilkada DKI Jakarta 2012. Di mana, saat itu kata Novel, sebagian umat Islam terperdaya dengan Cyber Army Jokowi-Ahok (JASMEV). ''Jika ingin melihat bukti khususnya para alumni 212 yang delapan juta itu hasil kerja MCA,'' ujar Novel.

Menurut Novel, dalam Aksi Bela Islam kedua pada 4 November 2017, MCA sudah berperan bangkit sendirinya tanpa ada komando. Mereka mempunyai kesadaran masing-masing bahwa perlunya berjuang melalui media sosial yang merupakan senjata paling ampuh untuk menghantam lawan yang membela penista agama.

''Setelah itu, JASMEV panik marah membabi buta sehingga timbul lah kriminalisasi ulama dan aktivis yang direkayasa untuk membungkam MCA,'' ujarnya.

Novel mengatakan, MCA tidak terorganisir, tidak berkantor, tidak digaji dan tidak ada pemimpinnya. Kecuali, komando dari Allah langsung sehingga mereka tidak dapat dibubarkan.

Novel berkomitmen akan membela seperti halnya ACTA dalam membela Jonru Ginting, Jasriadi dan Asma Dewi. Demi keadilan, kata dia, mengharapkan agar diusut tuntas juga pembuat hoaks buatan para penguasa yang telah membuat gaduh bangsa ini dan telah memecah belah bangsa dengan adu dombanya.

Sebelumnya pihak Ditsiber Bareskrim Polri menangkap enam tersangka dari grup The Family MCA yang diketahui melakukan penyebaran kebohongan dan ujaran kebencian di media sosial.***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77