Cerbung Titipan Doa Seorang Kekasih

Aku Pergi (1)

Aku Pergi (1)
Titipan Doa Seorang Kekasih
Rabu, 01 Februari 2017 10:08 WIB
Penulis: Syarifuddin Kasem

Beberapa bulan kemudian, Syarief dan Rival sudah lulus dari sekolah mereka. Kini Syarief hendak melanjutkan belajarnya di STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, jurusan Agama, sementara Rival niatnya masih seperti yang dulu ia ceritakan kepada Syarief, yaitu masuk ke pesantren yang megah.

Malam ini adalah malam terakhir bagi Syarief berada di desa, ia duduk di meja belajarnya sambil melihat rapor yang tertulis nilai-nilai bagus, bahkan di bawahnya tertulis “Peringkat I (Satu)” seperti yang pernah tertulis dalam Do’a yang pernah ia titipkan kepada Aisya, tapi ia sangat sedih karena tak dapat ia kabarkan Aisya dengan peringkatnya, sebab waktu masih memisahkan mereka. Namun ia masih ingat dengan kata-kata Aisya yang dulu, yaitu, “Kakak! pantaskah Aisya mencintai mereka? Tidakkan? Dulu kakak yang bilang, kalau kita itu sama, Aisya yakin bahwa kita memang sama, cuma kakak pandai Agama, kakak akan jadi seorang Ustaz, dan kakak juga akan mendapatkan juara satu kak.”

Sehingga ia tutup rapornya dengan berlahan, dan menaruknya di tempat buku-bukunya yang lain.

***

Besok harinya, selesai shalat Dhuhur, Syarief sudah siap dengan baju yang bagus, untuk berangkat, namun ia pikir untuk menemui Aisya sebentar, sekedar memberitahunya bahwa ia masuk kuliah.

Tiba di depan pintu rumah Aisya, hati Syarief berdebar, karena mendengar suara lantunan Al-Qur’an yang tidak asing lagi baginya, ia tau bahwa itu adalah suara Bu Aini, yang hampir mirip dengan suara Aisya.

Assalamualaikum!” ucap Syarief

Waalaikum salam” jawab Bu Aini dari dalam.

Syarief pun masuk, dan melihat ke arah Bu Aini, yang masih duduk di dalam ruang musala, yang masih mengenakan mukenah. Bu Aini pun mengarahkan pandangannya ke arah Syarief.

“Ada apa Syarief?” tanya Bu Aini.

Syarief duduk di dekat Bu Aini, dan menjawab, “Kalau Ibu gak sibuk, Ibu bisa temani Syarief untuk ketemu sama Aisya?”

“Bisa, tapi Aisya belum pulang.”

“Oooo, gak papa lah Bu.” jawab Syarief sambil bangun untuk pulang, dengan perasaan sedikit kecewa.

“Tunggulah sebentar! kenapa Buru-buru?”

“Syarief mau berangkat, besok mulai kuliah.”

“Ya sudah, ada pesan apa buat Aisya? biar nanti Ibu yang sampaikan kepadanya.”

“Gak papa Bu, lain kali saja.” jawab Syarief, lalu ia keluar dari rumah Bu Aini untuk pulang.

Sementara Bu Aini hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena tidak habis pikir terhadap Syarief yang gak mau ngaku kalau ia cinta sama Aisya, namun Bu Aini tidak mau mengulang pertanyaan itu, walau hati beliau sebenarnya sangat penasaran terhadap apa yang sebenarnya yang dirasakan hati Syarief dan Aisya. Lalu beliau pun melepaskan mukenahnya, dan masuk ke kamarnya.

Tidak lama kemudian, Aisya pun pulang, ia langsung Shalat, makan siang, dan segera bersiap-siap untuk mengajar. Sedang-sedang ia memakai hijabnya di depan cermin rumahnya, tiba-tiba Bu Aini keluar dari kamar, dan mendekati Aisya.

“Ini uangnya!” kata Bu Aini sambil menyerahkan uang kepada Aisya.

Aisya mengambilnya, dengan sedikit ragu-ragu.

“Kok banyak banget Bu?” tanya Aisya.

“Berdua sama kak Syarief, sekarang ke rumahnya terus, sebelum kamu ke tempat mengajar!”

“Ia Bu.” jawab Aisya dengan sedikit tercengang, karena Bu Aini menyeruhnya segera ke rumah Syarief. Lalu Aisya pun keluar dari rumahnya dan melangkah ke rumah Syarief.

Tiba di depan pintu rumah Syarief, ia medengar suara Ummi dari dalam rumah.

“Kamu serius mau masuk kuliah di sana?”

“Insya Allah Mi, sekalian tinggal di pesantren terdekat, supaya bisa belajar kitab-kitab setiap malamnya.” jawab Syarief.

Assalamualaikum!” ucap Aisya.

Wa’alaikum salam!” jawab Syarief. Lalau ia keluar dari rumahnya untuk menjumpai Aisya di luar, dengan hati yang mulai berdebar.

Tiba di luar, Syarief berdiri menghadap halaman yang luas, sambil memasukkan ke dua tangannya ke dalam kantong celananya dengan wajah gelisah, karena ia tidak bisa memenuhi permintaan Aisya yang dulu, yaitu masuk ke pesantren, sehingga ia tidak tau bagaimana cara memberitahu Aisya. 

Sementara Aisya yang melihat Syarief gelisah, ia pun mendekati Syarief, berdiri di dekatnya, dan memandang apa yang dipandang olehnya, dengan hati yang mulai merasa gelisah juga, seakan-akan ia hendak meletakkan tangannya di bahu Syarief.

“Kakak mau ke mana?” tanya Aisya lembut.

“Kuliah, kakak masuk di Stain Malikussaleh, maafkan kakak ya!”

Mendengar kata-kata itu, Aisya sedikit kecewa, dan berkata, “Kabarkan Aisya, ini titipan dari Ibu untuk kakak!” sambil Aisya menyedor uang ke depan Syarief.

“Terima kasih!” ucap Syarief, sambil mengambil titipan tersebut.

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/