Akibat Fatal Budaya Kerja Berlebihan Karyawan Jepang

Akibat Fatal Budaya Kerja Berlebihan Karyawan Jepang
Penyebrang jalan di Shibuya, Tokyo, Jepang
Selasa, 03 Januari 2017 17:26 WIB
Keseimbangan antara kerja dan kehidupan sepertinya tak berlaku di Jepang. Bagi para karyawan di Jepang, kerja dan kehidupan adalah sama.

"Ini sudah jam 4 pagi. Badan saya gemetar. Saya seperti akan mati." Itu adalah salah satu tweet Matsuri Takahashi tak lama sebelum ia bunuh diri tahun lalu dengan cara melompat dari atas gedung. Takahashi, wanita berusia 24 tahun ini adalah pekerja di perusahaan periklanan Dentsu.

Bukan hanya kelelahan bekerja, dalam tweet-nya Takahashi juga mengatakan ia menjadi korban pelecehan bosnya. Skandal tersebut membuat pimpinan Dentsu, Tahashi Ishii memilih mengundurkan diri. Ia juga meminta maaf kepada keluarga Takahashi secara pribadi. 

Budaya kerja sampai tenaga habis, di mana waktu kerja minimal 12 jam sehari, tidak hanya terjadi di Dentsu, tapi mayoritas perusahaan Jepang. 

Rata-rata karyawan bekerja lebih dari 60 jam seminggu, bahkan sangat jarang mengambil libur. Kondisi itu membuat karyawan sebenarnya stres, tertekan, dan kelelahan. Sampai-sampai ada istilah karoshi atau mati karena kelebihan kerja.

Karoshi bukan sekadar istilah, karena menurut Kementrian Tenaga Kerja Jepang tercatat ada 200 kasus kematian karoshi, termasuk bunuh diri, serangan jantung, dan stroke. Walau demikian sejumlah pihak meyakini angkanya jauh lebih besar. 

Korban karoshi biasanya adalah pekerja berusia 20-an tahun dan laki-laki, walau kini semakin banyak pekerja wanita yang juga mengalaminya. Seperti dikutip dari The Washington Post, angka bunuh diri pada perempuan naik 39 persen dalam empat tahun terakhir.

"Bukan hal yang aneh di Jepang di usia awal 30 tahun sudah mengalami serangan jantung," kata Hiroshi Kawahito, pengacara kelompok advokasi untuk korban. 

Mereka yang terbukti meninggal karena karoshi memang akan mendapat kompensasi dari pemerintah. Klaim untuk kasus ini disebut naik tajam, sampai 2.310 karoshi pertahun. 

Pemerintah Jepang memang berencana untuk mengubah budaya kerja berlebihan ini dan mendorong karyawan untuk mengambil waktu berlibur.

Masalahnya, mengubah budaya kerja bukanlah hal yang gampang. Ada sejumlah faktor yang dianggap menambah kompleks masalah, misalnya saja pekerja di Jepang umumnya hanya bekerja di satu perusahaan dalam waktu lama. 

Selain itu, populasi penduduk Jepang yang makin menua juga membuat hanya sedikit tenaga kerja berusia muda sehingga beban kerja juga semakin tinggi.

Salah seorang profesor di Universitas Kansai mengatakan, mengubah karoshi butuh banyak usaha. "Jam kerja yang panjang adalah akar dari semua kejahatan di Jepang. Orang sebegitu sibuknya sampai mereka tidak punya waktu untuk mengeluh," katanya.

Editor:Kamal Usandi
Sumber:kompas.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77