Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Internasional
2 jam yang lalu
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
2
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
1 jam yang lalu
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
3
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
49 menit yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
28 menit yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
https://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77
Cerbung Titipan Doa Seorang Kekasih

Tabir Satu Cerita (5)

Tabir Satu Cerita (5)
Titipan Doa Seorang Kekasih
Senin, 02 Januari 2017 11:16 WIB
Penulis: Syarifuddin Kasem

Satu jam kemudian, Syarief mulai membuka mata, karena terdengar Azan Ashar dari sudut-sudut desa, lalu ia mengucap Hamdallah dengan pikirannya terasa kosong, tanpa beban, seakan-akan Aisya tak pernah ada dalam kehidupannya, lalu ia bangun dan berwudhuk untuk melakukan Shalat Ashar.

Selesai Shalat, ia duduk di atas sajadahnya, bertafakkur akan kehidupannya yang terjerat karena Aisya.

Tiba-tiba Ummi masuk ke kamar Syarief dengan berlahan dan duduk di atas ranjangnya.

“Kamu jangan dekati Aisya lagi ya!” kata Ummi dengan singkat sebagai pembaritahuan, dan selebihnya sudah beliau serahkan kepada Bu Aini, karena Ummi tau kalau Syarief selalu mematuhi nasehat dari Bu Aini.

“Ia Mi.” Jawab Syarief, dengan kepalanya yang tetap menunduk di atas sajadahnya.

Alhamdulillah Syukur hati Ummi, karena Syarief menerima kata-katanya dengan baik, seraya Ummi keluar dari kamar Syarief.  Sementara Syarief, ia tetap menunduk dengan tetesan air matanya, sakit tak terbendung, di setiap titik hatinya, ia merasakan seakan-akan seluruh isi langit dan bumi tak ada lagi yang bisa menerimanya, Aisya yang ia banggakan kini telah pergi, kepercayaan Bu Aini pun seakan-akan telah hancur, Aisya yang dulu memandangnya sebagai sebutir mutiara, kini tinggal sebutir debu, tanpa ada harganya, tapi ia masih meyakini, Allah selalu ada. Lalu ia bangun dengan lutut yang terasa lemah, ia bereskan sajadahnya dengan rapi, lalu ia duduk di meja belajarnya dengan perasaannya yang masih hancur lembur, terluka karena cinta yang telah mengkhianati hati.

Tiba-tiba pulanglah Rival dari tempat kerjanya, karena setiap selesai Dhuhur Rival bekerja sebagai pembersih kereta di kota. Maka ia pun masuk ke kamar dan melihat ada Syarief di sana, yang duduk di meja belajar dengan wajah yang termenung.

“Ada apa dengan kakak?” tanya Rival sambil membuka baju kerjanya.

“Gak papa!” Jawab Syarief.

Rival mengambil handuknya, dan langsung ke kamar mandi, untuk mandi dan melakukan Shalat Ashar, karena waktu Ashar hampir habis. Sementara Syarief, ia keluar dari kamarnya dan melangkah menuju musala.

Dalam perjalanan, Bu Aini kembali menjumpai Syarief, beliau terlihat kecewa terhadap Syarief, karena baru kemarin beliau mengatakan kepada Syarief, jangan dekati Aisya lagi, tapi tadi siang Syarief kembali mendekatinya, seakan-akan Syarief tidak lagi patuh kepadanya, namun Bu Aini masih bisa berkata dengan lembut.

“Syarief!” sapa Bu Aini.

Syarief menoleh ke arah Bu Aini.

“Ibu mohon sama Syarief, jangan dekati Aisya!”

Syarief tidak menjawab, ia malah menatap Bu Aini, dengan hati yang sangat sakit, rasa-rasanya ia hendak memeluk Bu Aini, menangis dalam dekapannya, dan mencurahkan semua perasaan hatinya yang disakiti oleh Aisya. Namun ia berfikir, bahwa hal itu tidak mungkin ia lakukan, maka ia pun memalingkan wajah tanpa menjawab kata-kata Bu Aini, lalu ia melangkah ke musala, dengan membawa sebongkah hati yang sudah hancur berkeping-keping.

***

Selesai Shalat Magrib secara berjama’ah di musala, para jama’ah semuanya pulang, kecuali Syarief, ia masih duduk di sudut musala, dan berdo’a.

“Ya Allah...aku malu pada-Mu, aku datang bukan pada waktu yang Kau tuntut, aku menjumpai-Mu ketika hatiku terluka karenanya, aku tidak sadar ketika aku dicintai olehnya, bahwa cinta-Mu sedang menantiku, aku yang terlalu mencintainya dari pada mencintai-Mu, aku tidak sadar bahwa cinta-Mu lebih besar padaku dari pada cintanya padaku, kini aku bermunajat akan cinta-Mu, untuk melupakan cinta manusia yang  tiada abadi.

Ku akui akan kasih sayang-Mu yang telah memisahkan kami karena cinta-Mu terhadap kami berdua, kiranya Engkau tidak memisahkan kami, mungkin hari ini kami masih dalam pandangan yang berlumuran dengan  dosa, walau berselimut dengan keindahan cinta.

Salamku untuknya, karenanya aku tau bagaimana rasanya bahagia, karenanya aku tau bagaimana tertawa, karenanya juga aku tau bagaimana air mata, selamatilah dia, ridhailah dia, ampunkan segala dosa-dosaku, dosa-dosanya, dan dosa-dosa kami berdua Ami...n”

Selesai berdo’a, ia hapuskan airmatanya, dengan hati yang mendalam merasakan ketenangan, setelah menyerahkan semuanya kepada yang maha kuasa.

Ia mulai menekatkan diri untuk melupakan cinta Aisya. Namun ia terus membuktikan kepadanya, bahwa cinta yang ia ucapkan pada malam itu, bukan sekedar ucapan yang memaniskan kata, bukan pula madah dalam setiap kata-kata para pujangga, tapi inilah sebenarnya cinta, yang terus ia buktikan dalam setiap bait Do’anya, semoga Allah mengampunkan segala dosa-dosa Aisya.

Ia juga terus menjalani titipan Do’a yang pernah Aisya titipkan kepadanya, yaitu semoga Aisya bisa masuk ke pesantren ternama, dan bisa bertahan di sana.

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77