Titipan Doa Seorang Kekasih

Ketawa Mengundang Air Mata (4)

Ketawa Mengundang Air Mata (4)
Titipan Doa Seorang Kekasih
Jum'at, 16 Desember 2016 09:35 WIB
Penulis: Syarifuddin Kasem

Di malam selanjutnya, Syarief kembali ke tempat belajar, sampai di sana ia melirik ke sana dan melirik ke sini, ia mencoba mencari jejak Aisya, ia duduk di tempat di mana sering ia duduk bersama Aisya, sambil ia melihat kawan-kawan yang datang satu persatu.

Ketika ada santriwati yang datang, dari jauh ia melihat dengan teliti, hatinya berkata, “Itu Aisya!” Ketika sudah dekat, eh ternyata bukan Aisya, datang lagi yang lain di belakangnya, hatinya pun berkata dengan perkataan yang sama “Itu Aisya!” namun ketika sudah dekat “Oh bukan.”

Begitulah seterusnya, sampai waktu belajar hampir tiba, tapi Aisya gak kunjung datang, ia pun melihat ke sampingnya, yang biasanya Aisya duduk di sana. Tapi sayang, malam ini Aisya gak ada.

Waktu belajar pun tiba, Ustaz Hasan masuk dan duduk di tempatnya, sambil memandang santri-santrinya, beliau seperti kehilangan sesuatu, tiba-tiba Ustaz menoleh ke arah Syarief, dan bertanya. “Aisya mana?” Tanya Ustaz.

Mendengar pertanyaan Ustaz yang dilontarkan khusus untuk Syarief, para santri-santri yang lain semua tertawa, Syarief menundukkan kepalanya karena malu, ia bertanya kepada Ustaz sambil menggaruk kepalanya.

“Kenapa Ustaz tanya sama saya Ustaz?”

“Karena menurut Ustaz, kamu lebih tau daripada mereka.” jawab Ustaz.

“Aisya sepertinya sudah pulang kampung Ustaz!” jawab Syarief.

Ustaz tersenyum, karena sebenarnya Ustaz sudah tau, karena tadi siang, Aisya sudah menemui Ustaz untuk mohon izin pulang kampung.

Ustaz pun memulai pelajarannya bersama santri-santrinya, sampai jam 10 malam.

Pada sa’at pulang, tentunya Syarief pulang sendiri, ia kembali menoleh ke sampingnya, yang biasanya di sana ada Aisya yang berjalan dengan santai, Aisya yang biasanya meminta Syarief untuk memegang kitabnya, Aisya yang biasanya meniup bagian atas hijabnya, Aisya juga yang selalu melafadhkan di mulutnya dengan seyakin-yakinnya, yaitu “Kakak Seorang Ustaz”, tapi malam ini hanya bayangan saja.

Syarief mulai merasakan, bahwa Aisya sangat berarti baginya, dulu ia mengira cinta Aisya itu tidak istimewa, karena terlalu mudah untuk ia dapat cinta itu. Tapi malam ini ia mulai merasakan akan istimewanya cinta Aisya, di saat Aisya tiada di sampingnya.

Dalam perjalanannya yang sendirian, tiba-tiba ia melihat di depannya ada Rozi yang berjalanan berbeda arah dengannya. Sementara Rozi, ia juga melihat Syarief, membuatnya sangat marah, karena Syarief merupakan penghalang yang sangat besar baginya untuk mendapatkan Aisya. Maka Rozi berdiri di depan Syarief.

“Boleh hari ini kamu dapatin Aisya, tapi ingat…! Dunia belum berakhir.” kata Rozi dengan marah, dan sangat menantang.

Syarief hanya cuek saja, tanpa menanggapi perkataan Rozi, lalu ia melanjutkan perjalanannya.

Sesampai di rumah, Syarief melakukan Shalat ‘Isya, dan belajar dengan perasaan hampa, bagaikan seseorang yang kehilangan motivatornya.

“Ya Allah lindungilah Aisya!” kata Syarief dalam nafas rindunya.

***

Setelah Aisya pulang ke kampung halamannya, Syarief setiap malam, ia duduk di tangga, bersama kitab dalam genggamannya, ia menunggu Aisya, walau orang yang di tunggu tak pernah datang, tapi ia tetap setia menunggu. Maka saat itulah ia baru kenal dengan rasa yang bernama rindu.

Editor:Kamal Usandi
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77