Datangi DPR, GNPF MUI Desak Polri Segera Penjarakan Ahok
Ketua Pembina GNPF-MUI Muhammad Rizieq Shihab menegaskan, sepanjang sejarah tidak ada satu orang pun yang ditetapkan sebagai tersangka atas pasal penistaan agama yang tidak ditahan.
"Kami sudah sampaikan kepada pimpinan DPR bahwa sepanjang sejarah di Indonesia, kita bicara penegakan hukum, semua tersangka yang terkait pasal 156a KUHP itu pada saat dinyatakan tersangka tidak ada yang tidak ditahan," kata Rizieq di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/11).
Menurutnya, apabila polisi tidak kunjung menahan Ahok justru akan menjadi preseden buruk bagi citra peradilan di Indonesia.
"Jadi Kalau ada kali ini, ada tersangka, ada pelanggar pasal 156a KUHP yang kemudian dinyatakan tersangka dan tidak ditahan ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di RI," jelasnya.
Ketum Front Pembela Islam ini menegaskan tidak ada pilihan lain bagi Polri selain segera menahan Ahok. Hal ini, lanjutnya juga mencegah Ahok melarikan diri. Meskipun telah ada ketentuan Ahok dicekal untuk berpergian keluar negeri.
"Karena itu kami minta setelah dinyatakan tersangka, Ahok ini harus segera ditahan. Tidak ada pilihan bagi penegak hukum di negara ini, kecuali menahan Ahok. Disamping untuk mencegah Jangan sampai dia melarikan diri. Walaupun sudah ada cegah tangkal, tapi ini berpotensi melarikan diri," tegasnya.
Seperti diketahui, Ahok ditetapkan sebagai tersangka setelah Polri menyelidiki video pidato kontroversialnya yang menyinggung Surah Al Maidah ayat 51 saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Tak hanya itu, pihak Bareskrim Polri sudah meminta keterangan puluhan saksi ahli, baik ahli bahasa, hingga ahli agama.
Atas perbuatannya, Ahok diancam pasal 156a KUHP juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 156 a KUHP berbunyi "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Sedangkan Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi sebagai berikut "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".(mdk)
Editor | : | wawan k |
Sumber | : | merdeka.com |
Kategori | : | Ragam |