Ditangkap dalam Kondisi Bugar, Terduga Teroris Tewas Saat Dibawa Densus 88, Pembelaan Polri Dinilai Tak Masuk Akal

Ditangkap dalam Kondisi Bugar, Terduga Teroris Tewas Saat Dibawa Densus 88, Pembelaan Polri Dinilai Tak Masuk Akal
Densus 88. (republika.co.id)
Minggu, 13 Maret 2016 13:25 WIB
JAKARTA - Pengamat terorisme Haris Abu Ulya mengatakan kasus tewasnya terduga teroris, Siyono (39 tahun) adalah hal yang sangat memprihatinkan.

Saat dibawa pergi oleh kepolisian, Siyono dalam keadaan hidup dan segar bugar. Namun selang beberapa jam berikutnya sudah dalam kondisi tewas. "Penjelasan Mabes Polri terkait sebab kematian Siyono karena kelelahan berkelahi dengan aparat Densus 88 adalah tidak masuk akal 100 persen. Justru penjelasan seperti itu mengindikasikan yang terjadi adalah kejahatan sistemik," ujar Haris, Ahad (13/3).

Menurut dia, sikap dan tindakan aparat di lapangan yang over acting selalu ditutupi dengan berbagai argumentasi pembenaran agar aparat Datasemen Khusus (Densus) 88 pada posisi tidak pernah salah. Haris mengatakan Kapolri harus bertanggung jawab atas peristiwa ini. Jangan hanya karena kasus ini terkait isu terorisme kemudian membuat kesan permisif bagi aparat Densus 88.

"Siapapun orangnya berhak hidup dan tidak boleh seorang pun berhak untuk menghilangkan nyawanya tanpa alasan yang benar," kata Haris.

Siyono warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten tewas usai ditangkap Densus 88 pada Jumat (11/3) lalu. Kepolisian menyebut Siyono tewas karena berkelahi dengan Densus 88 lalu kemudian kelelahan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Muhammadiyah Minta Diusut

Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah juga mempertanyakan tewasnya seorang warga terduga teroris Siyono (39 tahun) usai ditangkap Densus 88. Sebab, Siyono tidak dalam status tersangka.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak meminta kepolisian harus bisa membuktikan pernyataan alasan bahwa Siyono tewas akibat kelelahan karena berkelahi dengan Densus 88.

"Alibi pihak kepolisian itu harus dibuktikan dengan independen," kata dia kepada Republika.co.id, Minggu (13/3).

Dahnil yang juga menjabat sebagai President Religion for Peace Asia and Pacific interfaith Youth Network (RfP-APIYN) menuturkan, selama ini kerja Densus 88 sama sekali tidak bisa diverifikasi pertanggungjawabannya terhadap terduga terorisme. Bahkan, menurutnya, banyak terduga terorisme yang potensial membuka tabir gerakan radikalisme di Indonesia, justru berunjung pada kematian.

Pemuda Muhammadiyah atas nama hak asasi manusia (HAM) mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim independen khusus untuk menyelidiki kematian Siyono. "Kami duga ada pelanggaran hak asasi manusia dan tidak profesionalnya Densus 88," katanya.

Sebelumnya, Karopenmas Polri, Brigjen Agus Rianto mengatakan, terduga teroris Siyono, yang ditangkap pada Selasa (8/3) di Dusun Brengkuan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah tewas di rumah sakit Bhayangkara Yogyakarta. (Polri Klaim Terduga Teroris Siyono Tewas di Rumah Sakit).

Agus membantah bahwa Siyono tewas saat menjalani pemeriksaan. Ia menjelaskan, usai melakukan penggeledahan pada 9 Maret 2016, di perjalanan, Siyono menyerang anggota yang mengawal. Akhirnya, terjadi perkelahian di dalam mobil yang ditumpanginya.

"Setelah situasi dapat dikendalikan, tersangka kelelahan dan lemas. Anggota kemudian membawa ke RS Bhayangkara untuk diperiksa," katanya.***

Editor:sanbas
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77