Calon Kapolri Komjen Idham Azis: Radikalisme Tidak Bisa Diidentikkan dengan Islam

Calon Kapolri Komjen Idham Azis: Radikalisme Tidak Bisa Diidentikkan dengan Islam
Komjen Idham Azis menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang Komisi III DPR, Rabu (30/10). (suara.com)
Kamis, 31 Oktober 2019 08:31 WIB
JAKARTA - Komisi III DPR secara aklamasi menyetujui Komjen Idham Azis diangkat menjadi Kapolri, menggantikan Jenderal Tito Karnavian. Kesepakatan itu dicapai setelah melakukan fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) terhadap Idham.

Dikutip dari republika.co.id, saat menjawab pertanyaan dalam uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Kapolri di Komisi III DPR, pada Rabu (30/10), Idham Azis menegaskan, radikalisme tidak bisa dikaitkan dengan agama Islam.

''Radikalisme tidak bisa diidentikkan dengan Islam. Radikalisme itu kelompok atau oknum. Tidak bisa radikalisme itu membawa simbol agama,'' kata Idham.

Komisi III DPR sepakat menyetujui Komjen Idham Azis diangkat menjadi kapolri menggantikan Jenderal Tito Karnavian. Kesepakatan itu diraih secara aklamasi dalam rangkaian uji keptutan dan kelayakan terhadap Idham.

Isu radikalisme yang selalu dialamatkan pada Islam menjadi topik hangat dalam uji kepatutan dan kelayakan Idham. Poltikus PKS Aboebakar Alhabsy menyebut ada kesan di lapangan bahwa umat Islam seperti memiliki jarak dengan kepolisian.

''Seakan-akan polisi kurang ramah dengan umat,'' ujar Aboebakar.

''Kami takbir, dibilang radikal. Kami baca Quran, (dibilang) radikal. Janganlah!'' sambung Aboebakar.

Meski pribadi Idham diyakini tak jauh dengan Islam, pada praktiknya kesan Polri dan umat Muslim saling berhadapan tidak dapat terelakkan. Karena itu, Idham diminta menjelaskan pemahamannya soal terorisme dan radikalisme. Terlebih, Idham merupakan sosok yang memiliki kiprah dalam aksi radikalisme dan terorisme dari Poso hingga dr Azhari.

''Saya lihat, percaya dengan Bapak, bagaimana visi Bapak tentang relasi dengan umat agar hubungan harmonis. Bagaimana agar terjadi suasana seimbang yang nyaman?'' kata Aboebakar mengajukan pertanyaan. Pertanyaan serupa juga dilayangkan Fraksi PAN.

Idham menyatakan, untuk mengatasi masalah tersebut, ia mempunyai visi membangun komunikasi. Komunikasi itu dibangun dengan para pemuka agama, termasuk kiai maupun habib. Ia menegaskan akan turut mengampanyekan bahwa radikalisme tak bisa dikaitkan dengan Islam maupun agama mana pun.

''Kita harus kampanyekan. Kalau kita (melakukan) penegakan hukum itu pun ke oknum, bukan ke agama,'' kata pria yang masih menjabat Kabareskrim tersebut.

Sementara itu, soal Pilkada 2020, Idham menjamin netralitas Polri. Ia berjanji tidak akan ragu menindak oknum anggotanya yang tak netral pada Pilkada 2020. ''Saya jamin Polri netral. Kalau tidak, saya tindak,'' kata Idham.

Mengakhiri uji kelayakan dan kepatutan, Idham mengutip tulisan Presiden ke-3 RI BJ Habibie dalam buku Detik-detik yang Menentukan.

''Izinkan kami mengutip apa yang dikatakan Bapak Habibie, 'Kepada Tuhan saya tidak akan bertanya mengapa, kenapa, dan bagaimana. Namun, jika hamba diperkenankan mengajukan satu permohonan maka berilah hamba petunjuk serta kekuatan untuk mengambil jalan yang benar sesuai dengan kehendak-Mu','' kata Idham membacakan buku tersebut.

Dalam rangkaian uji kepatutan tersebut, anggota DPR seakan lupa dengan kasus Novel Baswedan, penyidik KPK yang diserang dengan air keras. Kasus itu berkaitan langsung dengan Idham karena Idham merupakan kepala Polda Metro Jaya dan Kabareskrim yang menangani kasus tersebut. Sampai saat ini kasus itu belum terungkap.

Namun, selepas uji kepatutan tersebut, Idham mengaku akan memilih Kabareskrim baru demi menuntaskan kasus Novel. ''Saya nanti begitu dilantik, saya akan menunjuk Kabareskrim baru dan nanti saya beri dia waktu untuk segera mengungkap kasus itu,'' kata Idham. ***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/