Kisah Nyata, Pemuda Miskin Dayung Sepeda 3.600 Kilometer Melintasi 8 Negara Demi Menikahi Gadis Ningrat yang Cantik

Kisah Nyata, Pemuda Miskin Dayung Sepeda 3.600 Kilometer Melintasi 8 Negara Demi Menikahi Gadis Ningrat yang Cantik
Pradyumna Kumar Mahanandia and Charlotte Von Schedvin. (int)
Senin, 09 April 2018 17:20 WIB
NEW DELHI - Kisah ini bagaikan dongeng. Sebab, mirip cerita-cerita fiksi yang kita baca dalam novel atau ditonton dalam filem. Tapi kisah yang kurang masuk akal berikut ini benar-benar terjadi. Silakan disimak.

Dikutip dari liputan6.com, seorang laki-laki paria Dalit -- kasta terendah di negerinya -- jatuh cinta dan menikahi seorang perempuan keturungan ningrat. Bahkan, cinta mereka lintas benua: India dan Swedia.

Namun perbedaan ''kelas'', jarak, suku, budaya, keyakinan dan ras, tak meruntuhkan niat pria India tersebut untuk melamar sang pujaan hatinya yang "bule". Ibarat kata pribahasa: demi cinta, lautan rela diseberangi dan gunung rela didaki.

Dikutip dari Bright Side, Senin (9/4/2018), berikut kisah cinta dua pasangan serba berbeda ini, mulai dari awal pertemuan, hingga menemui akhir yang bahagia.

Awal Perjumpaan

Kisah cinta antara Pradyumna Kumar Mahanandia dan Charlotte Von Schedvin bermula dari petermuan keduanya di New Delhi, India, pada akhir 1975. Charlotte memiliki rambut pirang, berparas ayu dan mata biru khas gadis Eropa.

Darah bangsawan Swedia mengalir dalam dirinya. Dia datang ke India sebagai turis. Sementara Mahanandia adalah mahasiswa seni yang miskin, dilahirkan dari keluarga amat sederhana di sebuah desa kecil di India selatan. Saat duduk di bangku kuliah, ia juga terpaksa drop out.

Kala itu, Charlotte meminta Mahanandia untuk melukis dirinya. Dari pertemuan itulah, bibit-bibit cinta bersemi. Pasangan ini sempat mengikat hubungan sebagai kekasih selama sebulan, sebelum akhirnya Charlotte harus kembali ke rumahnya di Boras, Swedia.

Charlotte dan Mahanandia tetap saling setia menjaga perasaan. Keduanya berpacaran jarak jauh. Meski demikian, mereka tetap berkomunikasi dengan surat selama 16 bulan. Tentu saja pengiriman zaman dulu masih menggunakan pos, sehingga waktu kirim pun terbilang lama. Terlebih antar negara.

Karena rasa cintanya yang membuncah terhadap gadis idamannya, Mahanandia bersumpah untuk menikahinya, apapun yang terjadi. Hanya bermodal bakat yang ia miliki sejak lahir, sang seniman mulai menjual seluruh harta bendanya demi mengumpulkan modal awal pernikahan.

Ia juga membeli sepeda pushbike seharga Rp16 ribu yang digenjotnya untuk sampai di Swedia. Selain sepeda, materi lain yang ia punya adalah uang senilai Rp42 ribu. Tekad bulat, berangkatlah ia ke salah satu Negeri Skandinavia tersebut.

Mahanandia menempuh jarak 3.600 km, melewati 8 negara, dan makan waktu 5 bulan. Sepanjang perjalanan, ia tidur di tenda Bedouin, hostel, bahkan beratap langit di wilayah Laut Kaspian.

Diramalkan Berjodoh

Pradyumna Kumar Mahanandia and Charlotte Von Schedvin. (Foto by Facebook Pradyumna Kumar Mahanandia) Jauh sebelum pertemuan keduanya: keluarga di India terbiasa mengunjungi astrolog ketika seorang anak dilahirkan. Ini adalah tradisi turun temurun.

Saat Mahanandia lahir, seorang ahli astrologi meramalkan bahwa ia akan menikahi seorang gadis keturunan bangsawan dari negeri seberang, zodiaknya adalah Taurus. Jodohnya ini juga lihai bermain seruling dan memiliki banyak lahan.

Setelah tumbuh besar, Mahanandia harus melewati masa kanak-kanak yang sulit.

''Saya diperlakukan lebih buruk daripada anjing dan ternak liar. Saya ingat betul ketika saya melewati sebuah kuil, orang-orang melemparkan batu ke arah saya,'' kenangnya.

Sadar akan keluarganya yang serba kekurangan dan ia ingin membantu memenuhi segala macam kebutuhan, Mahanandia memutuskan untuk mundur dari kuliahnya dan mulai menekuni dunia seni. Ia menjadi seniman jalanan selama masa mudanya dan melukis berbagai potret di jalan-jalan New Delhi.

Ketika bertemu Charlotte, Mahanandia ingat ramalan sang astrolog dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan kepada Charlotte, sambil terus menggambarya. Tanpa malu dan ragu, ia juga menyampaikan alasan di balik pengajuan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

''Semuanya cocok,kamu ditakdirkan menjadi istriku,'' ungkapnya yakin.

Charlotte yang ramah hanya menyimpulkan senyum. Meski demikian, toh keduanya menjalin hubungan asmara pula.

Cerita Perjalanan ke Swedia

Perjalanannya dimulai pada 22 Januari 1977. Selama 5 bulan perjalanan, Mahanandia harus menempuh 45 mil setiap hari. Pada saat ia mencapai Swedia, ia telah menempuh lebih dari 6.000 mil.

''Saya sangat lelah. Kaki saya sakit, tetapi keinginan saya untuk menemui Charlotte meruntuhkan segalanya. Saya terus maju,'' ungkapnya.

''Seni adalah sesuatu yang menyelamatkan hidup saya. Sepanjang perjalanan, saya juga menggambar potret orang-orang yang bersedia untuk saya lukis. Ada yang membayar dengan uang, makanan, atau tempat untuk tidur di malam hari,'' lanjut pria berkumis tebal ini.

Kala itu, masih banyak negara-negara di dunia yang tidak meminta visa bagi pelancong asing. Oleh sebabnya, perjalanan "jihad" Mahanandia jadi lebih mudah.

Tantangan lebih berat justru muncul saat ia tiba di Swedia. Petugas imigrasi menolak untuk mengizinkannya masuk. Alasannya sepele, pihak berwenang tidak percaya dengan cerita Mahanandia. Mereka pikir hal seperti itu terlalu luar biasa dilakukan oleh seorang manusia.

Mahanandia tak kehabisan akal dan tak patah arang. Ia kembali memohon izin kepada otoritas untuk menelepon Charlotte. Ketika petugas berbincang langsung dengan Charlotte, barulah mereka percaya dan membiarkan Mahanandia masuk.

Pertemuan Dua Sejoli

Mahanandia tiba di Boras pada 28 Mei 1977 dan akhirnya bertemu Charlotte di depan mata, setelah berpisah dengannya selama hampir 2 tahun.

''Ketika bertatap muka, kami tidak bisa bicara sepatah katapun. Kami hanya menangis dalam pelukan.''

Melihat kebahagiaan putrinya, orang tua Charlotte juga turut senang. Dengan kasih sayang, mereka rela mengabaikan aturan nenek moyang keluarga: keturunan bangsawan tidak diizinkan menikahi orang-orang berkulit gelap.

Pasangan ini mengikat janji suci pada 1979 di Swedia dan sesuai dengan hukum negara tersebut. Lalu, keduanya menikah kembali di India, di desa kelahiran Mahanandia dengan tradisi setempat.

Sejak momen mengharukan tersebut terlewati, usia perkawinan mereka kini menginjak angka 40 tahun.

Meski demikian, Mahanandia masih tidak bisa percaya atas apa yang telah ia lakukan dan lewati. Ia bahkan bertanya-tanya, "Apakah ia masih bisa menaklukkan hati Charlotte di zaman sekarang, ketika orang-orang dari seluruh dunia sudah dapat terhubung melalui internet?"

Tapi, Mahanandia tidak pernah meragukan satu hal: ''Nasib Anda ditentukan oleh tangan Anda sendiri.''

Dari perkawinan keduanya, mereka dikaruniai dua orang anak. Satu laki-laki dan satu perempuan.

Sama-sama Suka Seni

Charlotte merintis karir sebagai guru musik, sementara Mahanandia terus melukis. Keduanya sepakat untuk mempromosikan budaya suku asli dan menjadi sponsor beasiswa bagi kasta Dalit di India.

Pada 2014, Mahanandia mendapatkan gelar kehormatan di sebuah universitas di India. Pada 2005 ia bahkan dinominasikan untuk meraih Nobel Perdamaian.

Kunjungan Mahanandia ke kampung halamannya di India pada 1997 dihadang banjir, pemerintah setempat pun menyediakan helikopter untuknya.

''Aku mendarat di lapangan sepakbola sekolahku dulu,'' kata Mahanandia, seraya tersenyum.

''Cinta memberikanku kekuatan untuk memaafkan orang-orang yang dulu melempariku dengan batu,'' kata dia.

''Aku merasa bahagia kisah kami memberikan harapan bagi banyak orang.''***

Editor:hasan b
Sumber:liputan6.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/