Dialog dengan Ketua MPR, Zakir Naik Jelaskan Makna Al-Maidah 51

Dialog dengan Ketua MPR, Zakir Naik Jelaskan Makna Al-Maidah 51
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menerima kedatangan cendekiawan Muslim asal India, Zakir Abdul Karim Naik di Ruang Kerja pimpinan MPR RI, Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Jumat (30/3).
Jum'at, 31 Maret 2017 15:32 WIB

JAKARTA -- Cendekiawan Muslim asal India Zakir Abdul Karim Naik berdialog dengan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan serta para awak media di gedung DPR/MPR RI, Jumat (31/3). Dialog itu membahas berbagai hal dari mulai Islam sebagai agama toleran, jihad serta pemahaman tentang masalah kepemimpinan di dalam surah al-Maidah 51.

Zakir mengatakan, Islam sebagai agama paling toleran di dunia. Islam, kata dia, agama yang dapat menyatukan seluruh umat manusia untuk tujuan kedamaian. 


"Islam agama toleran, Islam berarti damai. pasrah terhadap Allah SWT. Tetapi Islam tidak toleran terhadap hal-hal tertentu seperti alkohol, prostitusi, dan korupsi," kata Zakir.

Karena itu pula, Islam juga bisa menjadi pemersatu di Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan ras bangsa. Menurut dia, selama Islam dimaknai dengan benar sebagai agama yang toleran dan damai. "Selama Indonesia yang multi-ras. Islam agama paling toleran dan tidak memaksa siapapun. Kita tidak bisa memaksa siapapun untuk bisa menerima Islam. Kita harus menyampaikan dakwah," kata Zakir.

Dalam kesempatan itu, Zakir juga berkesempatan menjawab pertanyaan dari awak media terkait sejumlah isu. Menanggapi pernyataan bahwa Islam kerap terkait dengan aksi radikalisme dan terorisme. Zakir menegaskan, hal itu adalah keliru. Isu itu disebarkan oleh pihak yang tidak menginginkan terciptanya kedamaian di dunia.

"Islam agama penuh damai, meskipun orang ingin agar damai terjaga, namun beberapa orang tidak ingin. Karena mereka akan memanfaatkan situasi tidak ada kedamaian," katanya.

Ia mencontohkan, beberapa negara dan beberapa perusahaan, mendapatkan pendapatan terbesar dengan menjual senjata. Hal ini tidak selaras apabila terjadi kedamaian, maka pangsa pasar dari pembeli senjata akan turun.

Selain itu, kekeliruan terbesar lainnya berkaitan dengan konsep jihad yang tidak hanya bagi non-Muslim, namun juga mereka beragama Islam. Menurut dia, sebagian besar Muslim percaya perang untuk kekayaan, untuk kepentingan pribadi, perebutan lahan yang kemudian diartikan dengan jihad.

Padahal, dalam konteks Islam, Jihad adalah berjuang terhadap diri sendiri, untuk membuat masyarakat lebih baik dan untuk bela diri dan berjuang terhadap penindasan. "Tapi hari ini, kata-kata jihad diterjemahkan sebagai perang. Bahasa Arab, perang suci. Di Alquran dan hadis itu tidak ditemukan. Kata perang suci digunakan ketika nasrani menyebar agama atas nama dan kekerasan," katanya.

Tak hanya itu, Zakir juga menyampaikan pandangan berkaitan dengan agama Islam dan politik. Menurut dia, Islam adalah suatu panduan hidup yang tidak hanya mengatur terkait kewajiban ibadah dalam Islam, tetapi menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

"Islam itu memberikan segala hal. Tidak hanya shalat, puasa, haji, apa yang bisa dimakan, apa yang nggak bisa dimakan, tapi bagaimana berbisnis, memerintah kota, negara," katanya.

Ia pun memberi pandangannya terkait kriteria dalam memilih pemimpin yang diatur dalam Alquran. Ini untuk menjawab pertanyaan awak media berkaitan dengan persoalan memilih pemimpin Muslim dari Alquran surah al-Maidah ayat 51.

"Sebagai teman, membantu tidak masalah. Berbuat baik tidak masalah. Alquran bilang Allah melarang berbuat tidak adil kepada non-Muslim. Tapi untuk pelindung auliya, apabila ada pilihan orang Islam soal kepemimpinan Muslim jauh lebih baik daripada non-Muslim," katanya.

Editor:Kamal Usandi
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/