Cerbung Bagian - 4

Nikah Siri: Aku Kalut Betul

Nikah Siri: Aku Kalut Betul
Senin, 21 November 2016 07:00 WIB
Penulis: Indra Wedhasmara

ATAUKAH mungkin setelah madunya dihisap sang kumbang. Dia tak faham, hanya saja dia mulai terpengaruh dengan nasib sang bunga yang sepertinya sudah termakan usia. Sekilas ada pula getaran membentur dinding jantungnya. Yahhh, dia mulai merasakan usia kian merajut hari-harinya yang setiap saat gencar  bergulat .

“Apakah ungkapan Emak tentang usia senja itu benar adanya….?. “Siti berbisik sendiri dan seolah tak ditujukannya rasa hati itu ke arah Emak yang tampak menekuri lantai di bawahnya. Tak jelas, mengapa Emak begitu. Ataukah dia sedang memikirkan nasib anak perempuannya yang masih tegar dengan pendiriannya….?

“Mak, berilah Siti waktu beberapa hari ini untuk menelaah dan mempertimbangkannya’’. Siti berbalik dan menyandarkan pinggulnya di bingkai jendela dengan kedua tangan berlipat ke dada.

“Rasa Emak sudah beberapa bulan lalu wakru itu kami berikan, tetapi sepertinya tak ada jawaban pasti. Sehingga, Ayah kau tu pun terpaksa mengambil sikap. Kau tak perlu takut jika menolak, sebab pada prinsipnya kami tak memaksa. Yang kami pinta hanya jawaban Ya atau tidak. Itu saja. Sehinga kami pun bisa memberikan jawaban pasti  pada keluarga Rusman itu “ ujar Emak seraya menghela nafas panjang. Wajahnya suram dan sedikit ada bias kecemasan.

“Tolonglah Mak., berilah kesempatan Siti berunding dulu dengan Rizal. Tak adil rasanya, jika Siti mengambil keputusan tanpa mengikutsertakan dan meminta pendapatnya. “ suara Siti bagai menghiba . Kerongkongannya terasa terjepit dan lidahnya bagaikan  patah.

“Maksudanya….? “ kening Emak berkerut.

“Beritaulah pada Ayah, jangan hari ini keputusannya. Paling tidak seminggu lagi. Percayalah, Siti akan menepatinya “ wajah Siti memelas. Bibirnya yang tipis  dan selalu basah itu tampak menggeletar.

“Baiklah. Kami beri waktu sepekan. “ Emak tegak dan segera ke luar dari kamar  Siti.

***

Bagian ke-5

Cuaca Kota Pekanbaru pagi itu agak berkabut. Di Persimpangan Bundaran Gajahmada-Sudirman tepatnya dengan Tugu Zapin jarak pandang di jalan dua arah  itu hanya beberapa meter. Bahkan lampu stopan pun nyaris tak terlihat. Kenderaan yang  lalu lalang harus menyalakan lampu untuk menembus kabut asap yang  agak pekat itu disamping menghindari kemungkinan kecelakaan .

Siti sendiri memacu sepeda motornya bergerak  melalui fly over mengarah ke bilangan jalan Harapan Raya menuju ke tempatnya selama ini  mengajar di sebuah Taman Kanak-kanak.

Di tempatnya  mengajar setelah memarkir sepeda motor di samping Gedung TK, dia beranjak cepat menuju ke ruang kantor. Di situ ditemuinya , Farida temannya sesama guru.

“Ehhhhhh, seperti kalut saja aku lihat pagi ini “ sambut Farida sembari memperhatikan raut wajah Siti yang agak muram.

“Ida, aku hari ini izin. Tolong gantikan ya….?.Adaurusan penting sedikit “ kata Siti seraya menarikkan kursi di pojok ruangan. Farida mendekat dan duduk di kursi sebelah Siti.

“Soal mengantikan itu tak lah masalah, tetapi melihat wajah kau tu, seperti ada yang tak beres. “ ujar Farida menyelidik.

“ Panik betul aku Ida “

“Hahh……, kalaupun iya, apa masalah nya….? “

“Masih cerita lama, tentang sosok Rusman itu. Keluarganya katanya mau melamar aku. Bagaimana mungkin, dan mau dikemanakan si Rizal itu “ Siti memijit-mijit keningnya yang terasa berdenyut.

“Ohhhh, masih soal  itu. Kenapa harus panik. Kalau kau tak suka, tolak saja. Itukanhak kau. Tak zamannya lagi sekarang main kawin paksa. Itu cerita lama, dah basi . Dah jadi kerak pun. Dan kau ke napa jadi kalang kabut hanya masalah itu saja “ Farida memunculkan senyum di bibir, seolah memerankan sikap bahwa persoalan Siti bukanlah masalah berat.

“Itu kata kau Ida. Kau tau sendiri lah dengan keluarga ku yang masih ada sisa-sisa kekolotan dan sulit untuk mengimbanginya dengan situasi dan kondiri sekarang.  “Siti menarik nafas panjang lalu melepaskannya melalui bibir dengan sedikit desahan.

“Sebenarnya Siti, sesekali memang perlu juga kekolotan itu agar kita jangan tergerus dengan prilaku zaman dan tergilas karenanya. “

“Maksud kau….? “ Siti melentikkan alis matanya yang hitam legam.

“Aku tak berpihak sana mau pun sini ya…..?. Maksud dan tujuan keluarga kau itu ada benarnya, sebab memikirkan masa depan kau. “

“Soal masa depan kan tergantung pada diriku, bagaimana nya “

“ Betul, maksud aku begini. Usia ku sama dengan usia mu. Sekarang anak ku sudah dua. Nah, kau masih sendiri, ini yang mungkin di khawatirkan keluarga kau. Sementara cowok kau si Rizal itu, masih panjang lagi perjalanannya. Nah, sekarang sudah ada yang berkenan, posisi kerjanya pun cukup baik. Gantengnya sama, yang membeda kannya,  satu masih kuliah  dan satunya lagi sudah mapan. Itu saja “

“Ahhhh, kau bisa saja mengatakannya. Yang punya badankanaku, coba nanti kalau aku tak bahagia bersama si Rusman itu, apakah orang tua ku yang menanggung atau kau….? “ Siti agak sewot juga dengan ungkapan Farida sebentar tadi, seolah olah tak berpihak pada kegalauannya.

“Nah, sebaliknya , seandainya kau bahagia bersama si Rusman itu, tentu aku juga tak mungkin menikmatinya. Hayoooo  “ Farida tertawa renyah. Siti bungkam.

“Sudahlah, nanti saja kita teruskan . Aku pusing Nihhh “ Siti tegak.

“ Kau mau ke mana, kok terburu begitu “

“ Mau menemui si Rusman itu “

“Untuk apa….? “ Farida tersentak juga.

“Mau berhitung “

“Duhhhhh, jangan Siti, nanti masalahnya bisa semakin memojokkan kau. Sebab persoalannyakansudah sampai pada orang tua. Nanti, tambah kacau. “  Farida mencoba menghalangi Siti menemui Rusman yang kantor besar perusahaannya ada di Pekanbaru.

“Tak perduli lah, ini semua karena ulah si Rusman itu. Kalau dia tak terus memanas-manasi orang tua ku, tidak mungkin ke luarga ku bersikap seperti memaksa aku menerima lamarannya. “ ( Bersambung )

Cerita Sebelumnya...

Cerita Selanjutnya...

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77