Kajian Sejarah, Inilah Falsafah Silek Minangkabau

Kajian Sejarah, Inilah Falsafah Silek Minangkabau
Pertunjukan pencak silat di Minangkabau
Minggu, 14 Februari 2016 07:46 WIB

KAJIAN Sejarah dan Falsafah Silek Minangkabau Silat Minangkabau atau lebih dikenal dengan “Silek Minang” adalah salah satu kebudayaan khas yang diwariskan oleh nenek moyang Minangkabau sejak mendiami bumi minangkabau pada zaman dahulu. Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa kakek gurunya. 

Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek (Guru Silat) dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (Delman) dari Limau Kapeh , Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. Daerah Koto Anau, Pesisir Selatan, Pauah (Pauh) atau Lintau pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah pertahanan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut.

Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang bisa menyebutkan ranji atau silsilah guru-guru mereka secara lengkap. Tambo Alam Minangkabau (Buku Sejarah Minangkabau) yang penuh berisikan kiasan berupa petatah, petitih ataupun mamang adat, dan menurut Tambo Alam Minangkabau ternyata Silat Minang dikembangkan oleh salah seorang penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama “Datuk Suri Diraja”, biasa dipanggil dengan nama “Ninik Datuk Suri Diraja” oleh orang - orang minang saat ini. Asal usul Silat Minangkabau Minangkabau secara resmi sebagai sebuah kerajaan pertama dinyatakan terbentuknya dan berkedudukan di Pariangan, yakni di lereng Tenggara gunung Merapi. Di Pariangan itulah dibentuk dan berkembangnya kepribadian suku Minangkabau.

Pada hakikatnya kebudayaan Minangkabau bertumbuhnya di Pariangan; bukan di Pulau Punjung dan bukan pula di daerah sekitar sungai Kampar Kiri dan Kampar kanan. Kerajaan Minangkabau dari Pariangan tidak lagi secara murni mewarisi silat yang terbawa dari sumber asal semula, akan tetapi merupakan kepandaian pusaka turun temurun. Ilmu silat itu sudah mengalami adaptasi mutlak dengan lingkungan alam Minangkabau. Apalagi sebahagian besar pengaruh ajaran Ninik Datuk Suri Diraja yang mengajarkan silat kepada keturunan para pengawal tersebut mengakibatkan timbulnya perpaduan antara silat-silat pusaka yang mereka terima dari nenek moyang masing-masing dengan ilmu silat ciptaan Ninik Datuk Suri Dirajo. Ninik Datuk Suri Diraja telah memformulasi dan menyeragamkan ilmu silat yang berisikan sistem, metode dll bagi silat Minang, yaitu ” Langkah Tigo ” , ” Langkah Ampek ” , dan ” Langkah Sembilan “.

Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu silat yang berbentuk lahiriyah saja, melainkan ilmu silat yang bersifat batiniyah pun diturunkan kepada murid-murid, agar mutu silat mempunyai bobot yang dikehendaki dan tambahan lagi setiap pengawal akan menjadi seorang yang sakti mendraguna, dan berwibawa. Dalam Tambo dinyatakan juga, bahwa Ninik Datuk Suridiraja memiliki juga “kepandaian batiniyah yang disebut Gayuang”. (I.Dt Sangguno Dirajo, 1919:22) 1. Gayuang Lahir , yaitu suatu ilmu silat untuk dipakai menyerang lawan dengan menggunakan empu jari kaki dengan tiga macam sasaran : a. Di sekitar leher, yaitu jakun/halkum dan tenggorokan. b. Di sekitar lipatan perut, yaitu hulu hati dan pusar. c. Di sekitar selangkang, yaitu kemaluan Ketiga sasaran empuk itu dinamakan sasaran ” Sajangka dua jari ” . 2. Gayuang angin, yakni menyerang lawan dengan menggunakan tenaga batin melalui cara bersalaman, jentikan atau senggolan telunjuk. sasarannya ialah jeroan yang terdiri atas rangkai jantung, rangkai hati, dan rangkai limpa.

Ilmu Gayuang yang dimiliki Ninik Datuk Suri Diraja yang disebut “Gayuang” dalam Tambo itu ialah Gayuang jenis yang kedua, yaitu gayuang angin. Kepandaian silat dengan gayuang angin itu tanpa menggunakan peralatan. Jika penggunaan tenaga batin itu dengan memakai peralatan, maka ada bermacam jenisnya, yaitu : 1. Juhuang, yang di Jawa disebut sebagai Teluh, dengan alat2 semacam paku dan jarum, pisau kecil dll. 2. Parmayo, benda2 pipih dari besi yang mudah dilayangkan. 3. Sewai, sejenis boneka yang ditikam berulangkali 4. Tinggam, seperti Sewai juga, tetapi alat tikamnya dibenamkan pada boneka Kepandaian Silat menggunakan tenaga batin yang sudah disebutkan diatas, sampai sekarang masih disimpan oleh kalangan pesilat; terutama pesilat-pesilat tua. Ilmu tersebut disebut sebagai istilah ” PANARUHAN ” atau simpanan.

Karena ilmu silat sebagai ilmu beladiri dan seni adalah ciptaan Ninik Datuk Suri Diraja, maka bila dipelajari harus menurut tata cara adat yang berlaku di medan persilatan. tata cara adat yang berlaku itu disebutkan dalam pepatah Minang : ” Syarat-syarat yang dipaturun-panaikan manuruik alua jo patuik” diberikan kepada Sang Guru. PENYEBARAN SILAT MINANGKABAU Dimasa itu terkenal empat angkatan barisan pertahanan dan keamanan di bawah pimpinan Kucieng Siam, Harimau Campo, Kambieng Hutan, dan Anjieng Mualim; ke empatnya merupakan murid-murid Ninik Datuk Suri Dirajo.

Sewaktu Datuk Nan Batigo membentuk Luhak Nan Tigo (1186 M ) dan membuka tanah Rantau (mula-mula didirikan Kerajaan Sungai Pagu 1245 M, ketika itu Raja Alam Pagaruyung, ialah Rum Pitualo, cicit dari Putri Jamilah atau kemenakan cicit dari Datuk Ketumanggungan), maka para pemimpin rombongan yang pindah membawa penduduk, adalah anggota pilihan dari barisan pertahanan dan keamanan kerajaan. 1. Luhak Tanah Datar, pimpinan rombongan ialah anggota barisan Kucieng Siam. 2. Luhak Agam, dipimpin oleh barisan Harimau Campo. 3. Luhak Limapuluh-Payakumbuh, dipimpin oleh anggota barisan Kambieng Hutan. 4. Tanah Rantau dan Pesisir dipimpin oleh anggota barisan Anjieng Mualim.

Fungsi dan tugas yang dipikul masing-masing rombongan itu diperjelas sbb 1. Barisan pengawal kerajaan , Anjieng Mualim berfungsi sebagai penjaga keamanan 2. Barisan Perusak, Kambieng Hutan berfungsi sebagai destroyer atau zeni 3. Barisan Pemburu, Harimau Campo berfungsi sebagai Jaguar atau pemburu 4. Barisan Penyelamat, Kucieng Siam berfungsi sebagai anti huru-hara. 1. Aliran Silat Kucieng Siam: Sekarang nama Kucieng Siam menjadi lambang daerah Luhak Tanah Datar. 2. Aliran Silat Harimau Campo: Lambang Harimau Campo diberikan kepada Luhak Agam. 3. Aliran silat Kambieng Hutan : Luhak Limapuluh-Payokumbuh mendapatkan lambang tersebut. 4. Aliran Silat Anjieng Mualim : Diberikan kepada Tanah Rantau-Pesisir adalah daerah-daerah di sekitar lembah-lembah sungai dan anak sungai dari pegunungan Bukit Barisan. Jadi silat Minang mempunyai dua macam persilatan yang menjadi inti yang khas: Langkah Tigo ( Kucieng Siam ) dan Langkah Ampek ( Anjieng Mualim ).

kemudian selanjutnya langkah tersebut berkembang menjadi Langkah Sembilan. Langkah Sembilan selanjutnya tidak lagi disebut sebagai Silat, namun sudah berubah dengan nama Pencak (Mancak). SILAT LANGKAH TIGO Silat Langkah Tigo ( langkah tiga ) pada asalnya milik Kucieng Siam, Harimau Campo, dan Kambieng Hutan; yang secara geografis berasal dari daratan Asia Tenggara. Akan tetapi setelah berada di Minangkabau disesuaikan dengan kepribadian yang diwarnai pandangan hidup, yaitu agama Islam. Namun dalam ilmu silat pusaka yang berbentuk Langkah Tigo dan juga dinamakan Silek Tuo, mulai disempurnakan dengan mengisikan pengkajian faham dari berbagai aliran Islam.

Angka 3 sebagai “hakikat” menjadi rahasia dan harus disimpan. Untuk menjamin kerahasiaannya, maka ilmu silat tidak pernah dibukukan. Dalam pengalaman dan penelitian yang dilakukan kenyataan menunjukkan, bahwa amanat ” suatu pengkajian yang bersifat rahasia ” itu sampai kini masih berlaku bagi orang tua-tua Minangkabau. Langkah Tigo dalam silat Minang, didalamnya terdapat gerak-gerak yang sempurna untuk menghadapi segala kemungkinan yang dilakukan lawan. Perhitungan angka tiga disejalankan dengan wirid dan latihan, inipun tidak semua orang dapat memahami dan mengamalkannya karena mistik.

Kaifiat atau pelaksanaannya dilakukan secara konsentrasi sewaktu membuat langkah tigo. setiap langkah ditekankan pada ” Alif, Dal, Mim “ Tagak Alif, Pitunggue Adam, Langkah Muhammad, Tegak Allah, Kuda-kuda bagi Adam, Kelit dari Muhammad, Tangkapan oleh Ali, dan tendangan beserta Malaikat. ( sandi kunci bergerak ). SILAT LANGKAH AMPEK Pembentukan Silat Langkah Ampek oleh Ninik Datuk Suri Diraja di Pariangan serentak dengan Silat Langkah Tigo. Silat Langkah Ampek, berasal dari gerak-gerak silat Anjieng Mualim dan pengawasannya turun temurun juga diserahkan pada Harimau Campo, yang dapat menjelma bila disalahi membawakannya. Oleh karena si penciptanya telah menyeragamkan bentuk dan metode serta pengisiannya.

Maka silat Langkah Ampek pun dimulai dengan Tagak Alif. Perbedaannya terletak pada perhitungan angka yaitu 4, sebagai angka istimewa (ingat mistik Pythagoras). Walaupun bersifat mistik dan sukar dipahami bagi awam, namun bagi Pesilat sangat diyakini kebenarannya. Sewaktu membuka Langkah Ampek dilakukan konsentrasi pada Alif, Lam, Lam, Hu. SILAT LANGKAH SEMBILAN Perhitungan langkah dalam Silat Minang yang terakhir adalah sembilan. Dari mana datangnya angka sembilan. Dalam pengkajian silat dinyatakan sebagai berikut: Langkah 3 + Langkah 4 = langkah 7. Itu baru perhitungan batang atau tonggaknya. Penambahan 2 langkah adalah : • Tagak Alif gantung dengan penekanan pada ” Illa Hu ” ini diartikan satu langkah. • Mim Tasydid dalam kesatuan Allah dan Muhammad, gerak batin yang menentukan, berarti satu langkah.

Menurut faham Al Hulul bahwa apabila yang Hakikat menyatakan dirinya atau memancarkan sinarnya dalam realitasNya yang penuh; itulah keindahan. Pesilat itu adalah seniman dan seorang seniman adalah orang yang tajam dan tilik pandangannya, yang dapat melihat keindahan Ilahi dalam dirinya. (Gazalba,IV/1973:527) Silat Langkah sembilan biasanya dibawakan sebagai “Pencak” (Minangkabau: Mancak), artinya : Menari. Dalam kata majemuk “Pencak-Silat” dimaksudkan “Tari Silat”. Langkah Sembilan memperlihatkan pengembangan gerak-gerak ritmis, dengan tidak meninggalkan unsur-unsur gerak silat.

Penulis: Fachrurrazy Kasubag Dokumentasi dan Multimedia Bagian Humas Setda Kab. Lima Puluh kota

Editor:Calva
Sumber:Limapuluhkotakab.go.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/