Korban Rezim Soeharto, Kakek Renta Ini Dapat Ganti Rugi Rp1 Miliar

Korban Rezim Soeharto, Kakek Renta Ini Dapat Ganti Rugi Rp1 Miliar
Wimanjaya Keeper Liotohe. (detik.com)
Jum'at, 22 Januari 2016 08:33 WIB
JAKARTA - Sebanyak apapun materi tidak bisa menebus duka dan lara yang dialami akibat kezaliman hukum. Tapi setidaknya secuil materi bisa sebagai simbol tanda simpatik negara terhadap mereka yang menjadi korban represif Orde Baru.

Mungkin itulah pesan di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menghukum Pemerintah RI cq Jaksa Agung untuk memberikan ganti rugi Rp 1 miliar kepada aktivis gaek Wimanjaya. Di era Orde Baru, ia nekat meluncurkan buku Primadosa pada 1993 yang berisi kekejaman HAM Presiden Soeharto pada 1966. Alhasil, ia harus meringkuk di penjara selama 2 tahun tanpa alasan hukum yang jelas. Selain itu, teror lain juga diterima baik oleh dirinya dan keluarganya selama bertahun-tahun.

Selepas Soeharto tumbang, ia lalu mencari keadilan atas apa yang dialaminya. Butuh waktu hingga 15 tahun lebih Soeharto lengser hingga ia mendapatkan ganti rugi Rp 1 miliar. Untuk mendapatkan haknya itu, pemilik nama Prof Dr Wimanjaya Keeper Liotohe itu harus berjibaku di pengadilan bertahun-tahun lamanya.

Wimanjaya menggunakan pasal Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata untuk menjerat pemerintah. Bagi Wimanjaya, Pemerintah cq Jaksa Agung telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, di mana syarat seseorang/badan hukum melakukan perbuatan melawan hukum adalah ketika ia:

1. Berbuat atau tidak berbuat;

2. Menimbulkan kerugian;

3. Adanya kesalahan;

4. Adanya hubungan sebab-akibat/kausal.

Di sisi lain, Wimanjaya terikat dengan dalil hukum perdata yaitu 'siapa yang mendalilkan maka dia yang membuktikan'. Maka Wimanjaya ditantang untuk membuktikan tudingannya tersebut. Wimanjaya ternyata panjang akal, di depan majelis PN Jaksel, ia membeberkan seluruh bukti yang dimilikinya guna meyakinkan jika Pemerintah cq Jaksa Agung telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, yaitu:

1. Surat permohonan abolisi kepada Presiden RI.

2. Surat perpanjangan penahanan Polri.

3. Surat perpanjangan penahanan Kejaksaan Tinggi.

4. SK Jaksa Agung tentang pencekalan dirinya.

5. Surat Jaksa Agung tentang pelarangan edar buku-bukunya.

6. Surat Jaksa Agung tentang pencabutan pencekalan.

7. Berita acara pembebasan dari penjara.8. SK Ketua PN Jaksel tentang permintaan mempercepat penyelesaian perkara atas nama dirinya tertanggal 24 Juli 2000.

9. Putusan perkara PN Jaksel Nomor 423/Pid.B/2997/PN.Jak.Sel atas nama dirinya.

10. Fotocopi bukti fasilitas tiket pesawat terbang dan hotel bintang lima.

11. Bukti paspor dan visa kunjungan ke luar negeri untuk mengikuti konferensi internasional.

Dalam hazanah KUHPerdata, maka bukti surat merupakan bukti yang paling kuat dan nomor satu --sepanjang tidak terbantahkan oleh lawan-- sehingga ia tidak perlu mengajukan saksi-saksi.

Dengan lengkapnya bukti yang dihadirkan, majelis hakim yang terdiri dari Ahmad Yunus, Yuningtyas Upiek Kartikawati dan Nelson Sianturi yakin jika Wimanjaya telah mengalami kerugian akibat tindakan represif Presiden Soeharto. Pasal 1365 KUHPerdata pun terpenuhi sehingga sudah sepantasnya Wimanjaya mendapatkan ganti rugi.

"Majelis berpendapat jika pemerintah telah menyadari adanya pelarangan buku Prima Dusta dan Prima Duka, dilatarbelakangi adanya pengaruh kekuasaan dan kesewenangan dari penguasa pada saat itu dengan dalih demi mempertahankan kondisi politik yang ada dan ketertiban masyarakat yang penilaiannya subjektif sehingga majelis berkesimpulan situasi tersebut merupakan abuse of power yang dilakukan pemerintah atau adanya penyalahgunaan kewenangan penguasa (onrechmatige overheidsdaad)," ujar majelis hakim PN Jaksel yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (22/1/2016).

Perbuatan Jaksa Agung dinilai sudah sesuai koridor hukum. Tetapi karena pelarangan buku tersebut dilatarbelakangi adanya penyalagunaan kekuasan pemerintah (Presiden-di putusan tulisan presiden dicetak tebal-red) pada saat itu, maka adalah adil jika majelis menghukum negara dengan putusan yang seadil-adilnya (ex aqueo et bono).

"Memerintahkan Tergugat (Pemerintah RI cq Kejaksaan Agung) memberikan ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp1 miliar," putus majelis dengan suara bulat.***

Editor:sanbas
Sumber:detik.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/