Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Protes Resmi Tim U-23 Indonesia Terkait Kepemimpinan Wasit
Olahraga
2 jam yang lalu
Protes Resmi Tim U-23 Indonesia Terkait Kepemimpinan Wasit
2
Selebritas Tanah Air Turut Berduka Berpulangnya Babe Cabita
Umum
2 jam yang lalu
Selebritas Tanah Air Turut Berduka Berpulangnya Babe Cabita
3
Vokalis Firehouse, CJ Snare Meninggal Dunia
Umum
2 jam yang lalu
Vokalis Firehouse, CJ Snare Meninggal Dunia
4
Ivan Gunawan Minta Maaf terkait Kontroversi Video Candaan Pelecehan Seksual
Umum
1 jam yang lalu
Ivan Gunawan Minta Maaf terkait Kontroversi Video Candaan Pelecehan Seksual
5
Penyanyi Nelly Furtado Terjatuh Saat Tampil di Festival Musik Coachella
Umum
55 menit yang lalu
Penyanyi Nelly Furtado Terjatuh Saat Tampil di Festival Musik Coachella
6
Ammar Zoni Rayakan Lebaran di Penjara Tanpa Kehadiran Keluarga
Umum
1 jam yang lalu
Ammar Zoni Rayakan Lebaran di Penjara Tanpa Kehadiran Keluarga
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/

Antara Budaya Minangkabau dan Pendidikan Karakter

Minggu, 13 Desember 2015 10:06 WIB
Penulis: Januardi
Antara Budaya Minangkabau dan Pendidikan KarakterIlustrasi Rumah Adat Minangkabau

SEMENJAK tahun 2009, Kementrian Pendidikan dan Kebudayan RI telah merencanakan pendidikan karakter bangsa, semenjak itu pulalah sekolah di Indonesia mulai menanamkan Pendidikan Berkarakter kepada para siswa di seluruh sekolah ,mulai dari Taman Kanak-Kanak,Pendidikan Dasar,Sekolah menengah bahkan sampai ke Perguruan Tinggi. 

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindaksesuai potensi dan kesadarannya tersebut.

Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yangterbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaranemosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut:“character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak.

Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.

Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan  pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development)

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.  Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial.

Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur  moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni:  perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. ( Kemendiknas 2010 )       

Ditengah gencar-gencarnya pemerintah mencanangkan pendidikan karakter,belum lagi tuntas penerapan pendidikan karakter tersebut di sekolah-sekolah,pada pertengahan tahun 2012 sekitar bulan juni terdengar santer kabar bahwa mata pelajaran Budaya Alam Minangkabau akan di hapuskan dari sekolah–sekolah.

Tentu saja kabar yang belum jelas iya atau tidaknya ini membuat resah para Guru,ada yang bertanya-tanya benarkah pelajaran BAM akan di hapuskan, bahkan banyak Guru-guru yang ragu untuk mengajarkan Mata Pelajaran BAM apakah akan dilanjutkan mengajarnya ataukah di hentikan ,sementara di saat ujian tetap ada ujian Mata pelajaran  BAM, begitu juga dalam rafor para siswa tetap tertera nilai untuk Mata Pelajaran BAM hal inilah yang meragukan bagi para Guru ,kenapa tidak?.Budaya Alam Minangkabau adalah mata pelajaran Muatan Lokal khusus untuk daerah Sumatera Barat yang mengajarkan tentang semua kebaikan dan akhlak yang terpuji  kepada para peserta didik.

Materi dalam mata Pelajaran BAM sangat erat hubungannya dengan pendidikan karakter,bahkan Mata Pelajaran BAM akan lebih kental karakternya jika di padukan dengan pendidikan Karakter yang di canangkan oleh pemerintah.Mata Pelajaran BAM sangat menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Adat dan Budaya Alam Minangkabau,Menerapkan nilai dan keyakinan positif kepada generasi muda sangat di utamakan dalam mata pelajaran BAM.

Seperti kita ketahui bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dan membudayakan manusia yang dimulai dari Rumah Tangga,Sekolah dan Masyarakat.Jadi dalam mata pelajaran BAM ini Materi yang di ajarkan secara tidak lansung sudah mengajarkan Pendidikan Karakter yang di canangkan oleh pemerintah.

Misalnya dalam materi BAM kelas III SD ,di sini semua materinya adalah tentang sikap dan adab kita sebagai gennerasi muda ,disini di ajarkan tentang :

  • Sopan Santun pada waktu berbicara dan menjawab pertanyaan.
  • Sopan santun pada waktu duduk
  • Sopan santun pada waktu makan.
  • Sopan santun Berpakaian.
  • Sopan santun bepergian.
  • Sopan santun bertamu.
  • Saling mencintai dan saling menghormati sesama manusia.
  • Sifat suka menolong.
  • Sifat rendah hati.
  • Sifat Hemat.
  • Jujur dan bertanggung jawab.
  • Sifat tenggang rasa.
  • Mempunyai rasa malu.
  • Sifat-sifat yang harus dihindari seperti,duduk yang salah,bicara yang salah dan bertanya yang salah.
  • Bagaimana berbicara dengan orang yang lebih tua,dengan sama besar,dengan yang lebih kecil dan bicara dengan orang –orang yang kita segani atau kita hormati.

Bila kita cermati materi materi yang ada dalam mata pelajaran BAM diatas jelas sekali bahwa semua materi itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan karakter.Tapi mengapa Mata Pelajaran BAM akan di hapus,benarkah Mata Pelajaran BAM akan di Hapus ?  Saya yakin dan percaya hampir semua Guru tidak setuju kalau mata pelajaran BAM ini di hapuskan .Kita semua dari kalangan GURU hanya bisa menunggu kebijaksanaan Pemerintah Sumatera Barat agar  mata pelajaran ini tidak di hapuskan,melainkan sebaliknya, saya sebagai penulis berharap Materi-materi yang ada dalam mata Pelajaran BAM tidak hanya di jadikan muatan lokal tetapi alangkah baiknya materi-materi tersebut dimasukkan kedalam mata pelajaran pokok di sekolah.

Sebagaimana kita ketahui dari berita –berita di televisi tentang kenakalan remaja mulai dari anak sekolah sampai masyarakat umum sangat sering terjadi.Hampir tiap hari kita mendengar berita tentang tawuran satu sekolah dengan sekolah yang lain,saling bunuh –membunuh sudah menjadi hal yang biasa,perbuatan-perbuatan yang mengarah ke arah sexual dilakukan oleh anak –anak di bawah umur yang seharusnya tidak mereka kenal.Yang muda tidak lagi menghormati yang tua,berbicara,bersikap,bertanya tidak lagi memandang dan menghargai lawan bicaranya.Nah dengan materi-materi yang ada dalam mata pelajaran BAM inilah kita bisa menerapkan sikap-sikap positif sejak dini kepada anak-anak didik kita.Apalagi materi ini di ajarkan di kelas awal yaitu kelas III Sekolah Dasar.

 Memang kita para Guru sudah menerapkan pendidikan karakter kepada anak didik kita,namun akan lebih baik lagi kalau seandainya pemerintah setempat membatalkan niatnya untuk menghapuskan mata pelajaran BAM dari dunia pendidikan Khususnya di Sumatera Barat,melainkan menyatukan antara pendidikan karakter dengan mata pelajaran Budaya Alam Minangkabau, karena keduanya sangat berperan penting untuk menjadikan anak-anak kita menjadi anak bangsa yang cerdas,beriman dan bertaqwa,nsehat,nberilmu,ncakap,nkreatif,nmandiri, tangguh, beretos kerja yang tinggi, berbudi pekerti yang tinggi , berakhlak mulia,dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Melalui tulisan ini kita berharap semoga pemerintah setempat mempertimbangkan kembali desas-desus yang sangat meresahkan kita para Guru ini dan memberi kepastian tentang Mata Pelajaran Muatan Lokal BAM ini apakah akan di hapuskan atau tidak? (***)

Januardi, S.Pd (Guru SDN 09 Belakang Balok, Bukittinggi)

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/