Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
Olahraga
24 jam yang lalu
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
2
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Olahraga
23 jam yang lalu
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
3
Usher Menikah Diam-diam, Kejutkan Keluarga dan Fans
Umum
22 jam yang lalu
Usher Menikah Diam-diam, Kejutkan Keluarga dan Fans
4
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan
Umum
21 jam yang lalu
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan
Opini

Remaja Kurang Minang

Remaja Kurang Minang
Richo Rimaldy, S.Sos, M.Ikom, Dt. Nan Barantai
Selasa, 11 September 2018 11:27 WIB
Penulis: Richo Rimaldy, S.Sos, M.Ikom, Dt. Nan Barantai

DI era globalisasi, pemeliharaan budaya Minangkabau nampaknya menjadi sebuah tantangan tersendiri. Proses globalisasi dianggap memiliki berbagai dampak baik positif maupun negatif, dari segi positif memiliki dampak yang dapat membantu manusia untuk dapat berkomunikasi secara lebih cepat dengan jangkauan yang luas dengan menawarkan berbagai kemudahan dibidang teknologi informasi komunikasi. Sedangkan proses globalisasi yang westernisasi dianggap memiliki dampak negatif bagi banyak orang. Westernisasi atau yang biasa kita kenal dengan gaya kebarat-baratan ini merupakan pendifusian nilai-nilai barat tersebut kedalam nilai-nilai lokal. Hal ini diindikasikan dengan mulai memudarnya budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit ditemukan, sementara budaya global kebarat-baratan lebih mudah membaur seiring kemajuan tekhnologi media komunikasi.

Ditengah perkembangan teknologi media komunikasi di era globalisasi ini pada akhirnya memunculkan generasi muda yang ketergantungan dengan media, terutama pada penggunaan media sosial yang sangat diminati, sesuai dengan studi survei https://tekno.kompas.com/ dengan hasil penelitian terbaru mencatat pengguna internet di Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai 30 juta, yang menggambarkan bagaimana wujud informasi budaya baru dapat dengan mudahnya dikonsumsi masyarakat dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menyebabkan budaya lama perlahan ditinggalkan karena begitu akrabnya generasi muda saat ini dengan media sosial yang juga berisikan informasi budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kearifkan lokal. Generasi muda yang sangat mudah terpengaruh terpaan media sosial adalah remaja, karena remaja berada pada fase yang rawan terhadap pengaruh karena cendrung menyukai hal baru. Hoffman menyebutkan dalam bukunya Nurihsan yang berjudul dinamika perkembangan anak dan remaja, bahwa masa remaja merupakan masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami diri individu.

Dalam proses pembentukkan identitas diri remaja inilah dibutuhkan bimbingan dari lingkungannya, ditengah-tengah modrenisasi dan globalisasi yang menimbulkan pergeseraan batas nilai dan norma, yang dulunya tidak pantas menjadi hal yang biasa-biasa saja, dari yang dulu sangat tidak mungkin dibayangkan menjadi kenyataan dan lain-lain. Untuk itu menjadi hal yang sangat penting diperhatikan  bagaimana penanaman nilai dan norma kepada generasi remaja, terutama dalam lingkungannya yang tak terlepas peran penting keluarga dari remaja tersebut. Sebagaimana fungsi keluarga terhadap generasi remajanya adalah mempersiapkan generasi tersebut untuk dapat berkembang menjadi SDM berkualitas yang memiliki etika berprilaku sesuai dengan tatanan nilai sosial dan budaya masyarakat. Namun dalam prosesnya, globalisasi dan kemajuan perkembangan teknologi media dan komunikasi saat ini menimbulkan permasalahan mendasar pada generasi muda, seperti budaya lokal yang kini perlahan mulai luntur, sehingga menjadikan mereka seolah kurang memiliki budaya salahsatunya adalah budaya Minangkabau.

Budaya yang dikenal dengan masyarakat berbudaya yang menjunjung tinggi kearifan lokalnya kini mulai berkurang, berkurang dalam beretika dan berprilaku yang baik, bertutur kata yang berlandaskan bahasa Minangkabau yang sangat dikenal sopan, remaja saat ini lebih senang bermain permainan di gadget, dan lebih senang meniru gaya dan berprilaku seperti kebudayaan asing yang dianggap lebih modren, apalagi di zaman globalisasi seperti sekarang ini ketika semua orang dapat dengan mudah mengakses segala informasi dari belahan dunia manapun, termasuk budaya barat. Globalisasi ini sangat terlihat pada perkembangan teknologi pada saat ini, terutama pada gadget.

Gadget yang merupakan handphone canggih yang memfasilitasi berbagai media sosial populer saat ini, yang memudahkan hadirnya konten – konten disamping konten baru yang positif namun juga membawa efek negatif, karena informasi yang tersedia pada media sosial tidak dapat terbendung masyarakat beserta nilai -  nilai budaya yang berada pada lingkungan masyarakat tersebut yang menuntun masyarakat dalam menjalankan kehidupannya. Semua hal yang tersedia pada media sosial membawa nilai dan budaya baru, seperti kehidupan budaya asing yang kehidupan sosialnya cendrung bebas dan tidak sesuai dengan nilai kearifan lokal minangkabau yang sudah tertanam pada semua budaya-budaya yang ada di Indonesia. Khususnya dalam perilaku heteroseksual remaja, al-Migwar, 2013 mencatat adanya berbagai perubahan di antaranya; Perkembangan heteroseksual remaja kini cenderung lebih cepat daripada remaja tradisional.

Disaat menjamurnya pemberitaan di berbagai media massa Minangkabau seperti yang dirangkum dalam  Media Explorasi oleh riwayat AT-Tubani, berbagai permasalahan yang menimpa generasi muda Minangkabau secara umum seperti kasus pelecehan seksual, seks bebas, perjudian, mabuk-mabukkan, dan yang terbaru saat ini hadirnya komunitas LGBT, namun ironinya setiap kejadiannya ini hanya dijadikan bahan bacaan pada media massa dan akhirnya terlupakan, dan para korbanpun terus berjatuhan seolah tanpa ada yang mampu mencegahnya. Hal ini sebanding lurus dengan pembiaran dari setiap keluarga masa kini yang dengan mudahnya membiarkan anak-anak yang belum cukup umur dapat menggunakan gadget dan media informasi yang tak terbendung informasi apapun tersedia didalamnya, termasuk konten yang menggambarkan prilaku tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia dan budaya Minangkabau. Kejadian ini seharusnya menjadi salah satu prioritas kalangan pemerintah dan lembaga sosial masyarakat di Sumatera Barat yang menaungi dan mengayomi masyarakat Minangkabau, dan memperkuat peranan komunikasi keluarga didalam masyarakat sebagai pondasi awal masyarakat tersebut dalam berprilaku.

Jika kejadian ini terus dibiarkan maka pelaku kejahatan dan berbagai penyimpangan yang dilakukan remaja akan terus merajalela, korbanpun akan semakin banyak, dan berbagai akibat lainnya yang menyusahkan, bahkan bisa mencoreng muka keluarga, dan masyarakat ranah Minang ini tentunya. Oleh karena itu, keluarga Minangkabau memiliki peran penting dalam berinteraksi dan mensosialisasikannya, sesuai dengan semboyan “kato mandaki, kato malereng, kato mandata, dan kato manurun” kepada anggota keluarganya untuk mengenal, memahami, dan mengaplikasikan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam budaya Minangkabau berdasarkan falsafah adat Minangkabau “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” dalam menjalankan kehidupan kesehariannya sehingga jauh dari prilaku menyimpang.

Terjadinya suatu pergeseran yang sangat mengerikan jika ditinjau dari sisi norma agama dan nilai budaya, namun dianggap biasa dari sisi norma sosial. Pergeseran nilai sosial ini juga berlaku pada norma-norma lain yang pantas dan yang tidak pantas menjadi sangat kabur. Disinilah diperlukannya efesiensi bagaimana proses pola komunikasi keluarga dalam menanamkan nilai budaya Minangkabau, terutama pada anggota keluarganya yang berada pada fase remaja, untuk menjadikan nilai budaya sebagai pedoman dasar dalam berpilaku. Sebagaimana komunikasi keluarga berfungsi sebagai komunikator utama dalam mensosialisasikan nilai-nilai yang sudah ada, dengan proses penanaman nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat kepada anggota keluarga agar mereka mampu berperan menjadi orang dewasa dikemudian hari, sesuai patokan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai yang ditanamkan merupakan hal dasar yang fundamental seperti nilai kejujuran, keadilan, budi pekerti, pendidikan, kesehatan dan agama. Untuk menegakkan nilai-nilai itu diperlukan sejumlah norma atau aturan berperilaku sebagai patokan bagi anggota masyarakat sehingga dapat mengindahkan nilai sosial dan budaya masyarakat. Misalnya untuk menegakkan nilai kejujuran sebagai prinsip dasar orang tidak boleh berbohong, untuk menegakkan nilai keadilan diperlukan aturan agar tak memihak, untuk menegakkan budipekerti bersikap sopan tidak sombong, dan untuk menegakkan nilai kesehatan ada aturan makan dan tidur yang teratur serta hidup bersih. ***

Penulis adalah Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Andalas

Kategori:Ragam
wwwwww