Bahasa Inggris, Solusi Basis

Rabu, 08 Februari 2017 10:54 WIB

Oleh: Ghustiva Liani, SS

Berapapun jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia versi data terpercaya pihak manapun-- mau ratusan, ribuan, puluh ribuan atau ratusan ribu – Terserahlah! karena bukan itu persolaan utamanya. Yang menjadi ketakutan kita semua ialah direnggutnya lapangan pekerjaan oleh TKA karena kualitas kompetensi mereka jauh lebih baik dari pribumi. 

Sesungguhnya inilah dampak dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau dalam bahasa Inggris-nya ASEAN Economic Community (AEC), turunan dari ASEAN Free Trade Agreement (AFTA). Perdagangan bebas, devisa bebas, dan persaingan bebas menuju ruang lingkup pasar global. Bak merpati lepas dari sangkarnya, bebas lepas nak hinggap di mana pun sesuka hati. Namun tentu tanpa bekal yang mantap, Sang Merpati hanya akan menjadi hiasan singkat langit biru. Maka bila sudah dalam perbincangan multilateral, siapapun tidak bisa menampik bahasa Inggris, solusi basis.

Apalah daya, “nasi sudah menjadi bubur”. Kepala Negara beserta antek-anteknya, mahligai tahta pembuat kebijakan pengambil keputusan, yang menginternalisasikan kegelisahan ini ke dalam relung hati kita semua. Tidak hanya pada SDM masyarakat, SDM aparatur pun merasakan imbasnya. Pemerintah Pusat meninggikan standar kualifikasi calon pejabat eselon II, III, dan IV, terutama kompetensi bahasa Inggris harus melampirkan sertifikat TOEFL dengan skor di atas 450.

Sayangnya sebuah jurnal terbitan kampus ternama di Indonesia yang berisikan analisis kompetensi bahasa Inggris para pejabat eselon II, III, dan IV di tingkat kementerian menampakkan fakta bahwa dari skala 1-10, nyatanya hanya duduk di nilai 6 yang dalam artian masih mulai memahami bahasa asing tersebut. Jadi jangan berpikir jauh-jauh dahulu untuk mengkursuskan para pekerja lokal, toh pejabatnya juga butuh dikursuskan. Bukannya mengesampingkan, hanya saja saat ini bukan berbicara peluang melainkan keterbatasan. Bagaimana bisa menopang yang di luar kalau yang di dalam belum sepenuhnya kokoh? Tegasnya, maju mundur suatu daerah ditentukan oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh para pekerja di dunia pemerintahan.

Inilah kelebihan raga kecil penuh nafsu yang bernama manusia, mampu membuat masalah sekaligus alternatif pemecahannya. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, baik pusat maupun daerah sudah melaksanakan kegiatan berfondasi sama, hanya nama saja yang berbeda: pendidikan dan pelatihan (diklat) peningkatan kompetensi bahasa Inggris ataupun diklat TOEFL. Tetapi sepertinya daerah-daerah “terkenal” saja yang sadar akan pentingnya diklat ini. Sebagian berkilah kalau di daerah mereka tidak didatangi investor atau wisatawan asing. Adapula yang beranggapan bahasa Indonesia mereka juga masih belum betul, lalu untuk apa belajar bahasa Inggris, untuk apa diklat TOEFL?

Tak boleh lupa, tadi sudah dikatakan ada tuntutan Pemerintah Pusat yang notabene harus ditaati. Lagipula, dari pada berkutat di kegiatan monoton dari tahun ke tahunnya, cobalah sesuatu yang solutif dan inovatif dengan menginput diklat TOEFL dalam rancangan kegiatan anggaran daerah.

Selain itu, para pesertanya juga akan mampu terjun ke dunia digital yang saat ini menerpa bahkan di kalangan balita. Banyak anak-anak kecil piawai memainkan gadgetnya, lengket di dunia online. Sejatinya orangtua, bukanlah sekadar menuntut melainkan menuntun, maka terjunlah ke dunia mereka dan tentu solusi basis ialah bahasa Inggris.

Jelas, diklat ini begitu positif. Lalu kekhawatiran apalagi yang muncul? TOEFL begitu sulit? Keliru besar, karena TOEFL bak kapal di lautan yang bila semakin kita dekati maka akan jelas terlihat likak likuk elok badannya, namun bila kita diami maka ia pun menjauh mengecil menghilang seiring sapuan senja menguning.

Napak Tilas TOEFL

Berawal dari permasalahan tentang bahasa Inggris ketika digunakan oleh negara-negara yang bahasa nasionalnya bukan bahasa Inggris, ditetapkanlah standarisasi melaui Test of English as a Foreign Language (TOEFL), tes untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris seseorang yang berada di luar negara berbahasa Inggris. Pengembangan tes ini pertama kali secara resmi dilakukan di University of Stanford, Amerika Serikat di tahun 1963. Kembali ke tuntutan Pemerintah Pusat, yang diminta adalah sertifikat TOEFL yang diakui oleh lembaga Educational Testing Service (ETS) di mana biasanya bekerjasama dengan  perguruan tinggi atau lembaga bahasa Inggris terkemuka, dan biaya tesnya berkisar Rp500 ribu tergantung kurs dollar saat mendaftar tes.

TOEFL memiliki 3 sesi dan berikut tips dan trik singkat sebagai pre-preparation atau bekal awal memasuki medan laga TOEFL.

1. Listening Comprehension

Kecenderungan soal di sesi ini menguji pemahaman ide pokok dan informasi detail dari apa yang disampaikan oleh si speaker atau pembicara sehingga menguras konsentrasi indera dengar. Biasanya pembicara membahas isu - isu yang terjadi di Amerika Serikat atau negara lain tempat bahasa Inggris digunakan, jadi ada baiknya sebelum tes perbanyak membaca mengenai lingkungan mereka. Jangan terpaku pada satu kata yang tidak jelas pengucapannya atau bila tidak paham temanya, asal jawab saja, toh tidak ada pengurangan nilai.

2. Written and Structure Expression

Sesi ini lebih mengandalkan hafalan grammar. Kecenderungan soal menguji materi - materi seperti parallel structure, participle, superlative, passive voice, dan sebagainya. Alangkah baiknya terus mengayaknya dengan banyak - banyak menjawab soal.

3. Reading Comprehension

Sesi terakir ini cukup menguras mata karena teks yang disajikan cukup panjang namun soal yang ditanya cukup simple, seperti tema dan sinonim kata dalam wacana yang selalu membahas dunia akademik. Untuk itu, ketimbang teks wacananya, baca terlebih dahulu pertanyaanya.

Tentulah hafalan rumus akan cepat hilang bila tidak dibarengi dengan latihan terus-menerus. Mengerjakan 140 soal dalam waktu 130 menit untuk keseluruhan sesinya, pastilah ada soal yang mengecoh ditambah lagi percakapan yang hanya diucapkan sekali dengan sangat cepat atau tidak jelas karena audio kurang bagus, maka bila gagal, coba lagi dan lagi, seperti pepatah "ala bisa karena terbiasa".

Penutup

Diharapkan di anggaran 2017 yang sedang berjalan ini, pihak terkait secara merata di seluruh Indonesia ketika merealisasikan kegiatan yang sudah digarap bisa sembari menyusun kerangka kegiatan diklat dimaksud di atas sehingga kalau-kalau ada celah di anggaran perubahan bisa langsung di-input atau setidaknya di anggarkan tahun depan. Lebih cepat lebih baik.

Jika SDM aparaturnya sudah mumpuni melalui diklat TOEFL tersebut, mereka pun bisa mendirikan lembaga non-profit atau komunitas belajar bahasa Inggris yang diperuntukkan bagi SDM masyarakat di daerahnya. Jadi, tidak perlu kursus di luar karena sudah tersedia tenaga pengajar di tempat sendiri, karena bukankah itu sejatinya tugas pelayan publik?. Selain menghemat dana daerah dan pekerja lokal, bisa pula meningkatkan silaturahim sesamanya yang berujung pada tumbuhnya rasa kebersamaan menjaga ekonomi daerah sehingga serbuan TKA bisa diantisipasi dan diimbangi oleh Sang Tuan Rumah. Semoga terealisasi!

Ghustiva Liani adalah Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP), Pemerintah Kabupaten AcehTamiang.

Editor:Kamal Usandi
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/