Opini

Demontrasi 212 Jangan Diinfiltrasi Makar

Demontrasi 212 Jangan Diinfiltrasi Makar
H Mulyadi
Jum'at, 25 November 2016 06:30 WIB
Penulis: H Mulyadi

UNJUK rasa tanggal 2 Desember 2016 yang dikenal dengan istilah Demonstrasi 212, diharapkan tidak bersifat anarkis. Dengan demikian hindarkan unsur-unsur destruktif dan melanggar hukum. Unjuk rasa 212 kelanjutan dari demo tanggal 4 November 2016 yang berakhir dengan ricuh. Padahal awalnya massa merasakan suasana sejuk dalam melakukan sholat jumat dan zikir bersama di Masjid Istiqlal. Namun karena terjadinya pelanggaran dalam melakukan unjuk rasa yang melewati batas waktu yang ditentukan muncul hal-hal yang tidak diinginkan. 

Peristiwa yang awalnya akibat ucapan Gubernur petahana DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap melecehkan agama Islam. Kejadian itu pada saat Ahok berbicara dengan masyarakat di Pulau Seribu, Jakarta Utara. Meskipun Ahok telah menyatakan permintaan maaf atas ucapannya mengenai Surat Al-Maidah yang ditafsirkan keliru. Akan tetapi persoalaan ini tidak selesai sampai disitu saja. Masyarakat yang tadinya diam, lama-kelamaan merasa terusik melalui pemberitaan di Media Sosial (Medsos) yang bertubi-tubi.

Kepolisisan telah menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus penistaan Agama. Sedangkan kasusnya masih berada dalam proses hukum yang dilakukan secara terbuka. Sementara unjuk rasa yang dijadwalkan pada tanggal 2 Desember 2016 nanti, dapat berlangsung damai dan tidak diinfiltrasi oleh kelompok yang menghendaki kerusuhan. Apalagi jika ada yang mencoba melakukan aksi makar. Mengantisipasi kemungkinan adanya tindakan makar, berbagai lapisan masyarakat siap bekerja sama menanggulangi kemungkinan buruk akibat adanya makar. Bahkan ketua umum Partai Nasdem, Surya Paloh dengan tegas mengatakan "Makar harus dilawan". Sikap TNI dan Polri jelas mempertahankan NKRI. Sedangkan berbagai ormas Islam juga menentang aksi anarkis yang ditimbulkan kelompok yang tidak menghendaki perdamaian.

Munculnya kekhawatiran terhadap makar memang tidak sekedar isapan jempol. Dari berbagai laporan yang berhasil dihimpun, meskipun suasana masih dapat diatasi, akan tetapi kewaspadaan perlu ditingkatkan. Sehingga publik menilai kabar adanya penumpang yang berkemungkinan akan membonceng aksi damai,  memang ada benarnya. Karena hal ini tidak mengada-ngada dan seperti "oude koek" yang artinya berita basi. Dengan demikian kewaspadaan tinggi harus dilakukan, guna menghadapi situasi buruk yang sewaktu-waktu bisa muncul. Apalagi Presiden Jokowi telah memberi peringatan sebagai panglima tertinggi TNI dapat mengerahkan pasukan khusus guna menjaga dan melindungi NKRI. Ini artinya hal serupa juga diikuti unsur-unsur TNI dan Polri. Menjadi harapan masyarakat agar hal-hal yang tidak perlu, hendaknya dihindarkan. Seperti terus menerus mengadakan unjuk rasa tanpa maksud yang jelas. Apalagi dilakukan di jalan-jalan raya dan tempat-tempat strategis, sehingga mengganggu lalu lintas dan kenyamanan masyarakat.

Sebenarnya tindakan tegas terhadap unsur-unsur yang menghendaki kerusuhan, dapat dilakukan oleh TNI dan Polri guna menjaga keutuhan NKRI. Bahkan mantan Presiden Soeharto ketika menghadapi situasi yang dianggap gawat, mengeluarkan pernyataan "Siapa mencoba melakukan tindakan inkonstitusional akan saya gebuk". Peristiwa tersebut memang terjadi disaat situasi represif dilakukan pemerintahan Orde Baru. Tetapi situasi sekarang sudah berbeda, pendekatan lebih persuasif. Meski tidak mengurangi kewaspadaan apa yang diucapkan Presiden Joko Widodo dalam situasi genting, Kopasus dapat dikerahkan. Demikian pula unsur-unsur pasukan elit TNI dan Polri ikut dalam menjaga NKRI.

Yang perlu diwaspadai unsur-unsur destruktif lainnya, seperti terorisme dan para pelaku tindak pidana agar bisa diatasi. Sehingga suasana nyaman muncul kepermukaan publik. ***

H Mulyadi adalah wartawan senior tinggal di Pekanbaru.

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/