Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Usai Operasi Cedera Lutut, Dua Pemain PSIS Jalani Fisioterapis
Olahraga
24 jam yang lalu
Usai Operasi Cedera Lutut, Dua Pemain PSIS Jalani Fisioterapis
2
Eva Mendes Mundur dari Dunia Akting Demi Anak
Umum
19 jam yang lalu
Eva Mendes Mundur dari Dunia Akting Demi Anak
https://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77

Refleksi Sumpah Pemuda dan Bahasa Persatuan

Refleksi Sumpah Pemuda dan Bahasa Persatuan
Chintia Dewi Putri. (Ist)
Minggu, 30 Oktober 2016 06:36 WIB
Penulis: Chintia Dewi Putri
BANGSA Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu tersusun dan terbangun di atas beragam etnis, suku, budaya, agama, dan sistem nilai. Dengan Semangat persatuan dan kesatuan, pemuda/pemudi Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 mengikrarkan Sumpah Pemuda, dan ini adalah salah satu tonggak pergerakan kemerdekaan Indonesia.Adalah Muhammad Yamin salah satu tokoh yang mendorong Bahasa Indonesia untuk digunakan sebagai bahasa persatuan.

 

Perbedaan-perbedaan dalam kemajemukan pada satu sisi merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi di sisi lain, jika kita saling tidak mau mengerti, merupakan ancaman konflik yang siap meledak kapan dan di mana saja. Dalam kemajemukan itu, komunikasi adalah satu yang terpenting untuk mepertahankan keutuhan NKRI, sebagaimana yang telah disadari sedari awal oleh pemuda/pemudi Indonesia melalui Sumpah Pemuda.

Sekelumit permasalahan, komitmen akan persatuan dimediasikan melalui bahasa, yakni Bahasa Indonesia. Integritas dan intelektual kita sebagai generasi yang hari ini menjadi penerus semangat perjuangan kemerdekaan terwujudcarakitamenggunakanbahasa sebagai media komunikasi. Bahasa selain sebagai media komunikasi, memilki fungsi esensi sebagai pembentuk identitas diri. Bahasa menjadi simbol yang merupakan pengejewantahan dari karakteristik atau watak dari pengguna bahasa. Bahasa adalah alat, bukan cermin, demikian kata Ludwig Wittgenstein untuk menunjukkan bahwa bahasa adalah alat bagi manusia, dan bukan cerminan realitas manusia. 

Sebagai bangsa Indonesia yang menjunjungi tinggi semangat persatuan, dalam konteks inilah patut kita maknai bahasa dalam praksis komunikasi. Bahwa berbahasa Indonesia adalah untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Terdengar utopis memang, tapi itula cita-cita negara ini untuk kita jaga dan lanjutkan.

Dalam perspektif komunikasi, pemakaian bahasa terkadang bukanlah suatu simbol yang netral, karena terbentuk melalui jaringan kehidupan sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa. Maka wajar saja, dalam konteks berbangsa dan bernegara banyak terjadi permainan bahasa (language games). Padadasarnya, permainanbahasaadalahhal yang wajar, ketikahalitumasihdalamtujuandansemangatsama, yaknimembangundanmenjagasemangatpersatuandankesatuanditengahkemajemukan. Pertanyaannya, apakah bahasa masih menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa?

Di era masyarakat modern yang demokratis di Indonesia, permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara pun semakin kompleks. Akibatnya kontestasi pemenuhan kebutuhan dan berbagai kepentingan menjadikan bahasa sebagai alatnya. Dengan mudah, berbagai opini, isu-isu berkembang dengan cepat. Hari ini, kontestasi politik memunculkan retorika-retorika pragmatis sesaat yang menjadikan bahasa sebagai alat manipulasi.

Persaingan ekonomi untuk meraih dan menguasai kapital melahirkan narasi pemasaran yang ajeg dan menggiurkan bagi konsumen. Derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi memang tak terbendung, seperti halnya media social dan bahasa “alay” yang berkembang,yang kemudian membentuk identitasdiri yang semu dan itu bukanlah identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Maka wajarlah dicurigai, bahasa itu menjadi alat bahkan membentuk realitas-realitas barudanbahkansemu.

Bahasa Indonesia yang telah dikrarkan untuk menjadi pemersatu bangsa berubah fungsi sebagai alat manipulasi. Tanpa sadar kita telah jauh menyimpang dari semangat persatuan yang dicita-citakan. Betul kita memiliki hak untuk berkomunikasi dan berbahasa, tetapi tentulah dalam kerangka mempererat persatuan dan kesatuan. Bukan untuk saling mengelabui, bukan saling menjatuhkan, tetapi untuk saling berbagi ide yang positif dan membangun. Terlambatkah untuk kita perbaiki?. Tidak. Sebagai warga negara, tentulah memiliki konsekuensi untuk bertanggung jawab.

Maka, hari ini menggunakan bahasa Indonesia adalah penting secara reflektif memaknainya terhadap perkembangan zaman. Reflektif berarti menggunakan akal pikiran, nurani, dan terbuka akan perkembangan, namun tidak meninggalkan identitas diri. Reflektif berarti mampu mengidentifikasi masalah dan kritis terhadap ancaman.

Begitu juga dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, yang berarti mengejewantahkan semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan dalam praksis kehidupan bernegara. Praksis berarti memiliki nilai moral, tak hanya untuk mencapai tujuan sesaat yang pragmatis.  Begitu juga perubahan tatanan politik, retorika-retorika pragmatis dan propaganda politik semestinya adalah untuk mempererat persatuan dan kesatuan dengan mediasi bahasa Indonesia.

Kemudian, bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia Indonesia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang  mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka bahasa adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi. Budaya adalahtitik tolak bagi orang-orang atau individu saat melakukan komunikasi antarsesama.Berbahasa Indonesia berarti berbudaya Indonesia.

Yang patut selalu kita sadari adalah bingkai persatuan interaksi kita, yakni NKRI. Dengan menggunakan bahasa Indonesia juga berarti kita harus memahami aturan yang berlaku dengan benar, yang mengakar dalam kebudayaan kita sebagai bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, semangat persatuan dan kesatuan diwujudkan dalam tindakan yang sejalan antara ucapan dan perilaku, bermoral, dan beretika.Implikasinya adalah, kewajiban kita untuk mempertahankan kebudayaan kita sebagai jati bangsa Indonesia. Dengan cara itulah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan akan terwujud. Maka penting untuk diawali dengan refleksi diri dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, agar kita selalu berada dalam bingkai NKRI.

Mewujudkan semangat Sumpah Pemuda adalah tanggung jawab kita bersama karena konsekuensi kita sebagai warganegara. Salah satunya adalah dengan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang berakarkan budaya Indonesia, terbuka dan kritis terhadap perkembangan zaman. Berbahasa Indonesia adalah berbudaya Indonesia, jati diri kita sebagai bangsa Indonesia, dan ikrar kita untuk bersatu. (*)

Chintia Dewi Putri (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UNAND)

Editor:Calva
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77