Mungkinkah Pilkada Tanpa Dusta?

Kamis, 13 Oktober 2016 10:21 WIB
Penulis: H Iqbal Ali
Mungkinkah Pilkada Tanpa Dusta?Iqbal Ali
JANJI-JANJI - dan angin surga ketika kampanye pilkada maupun caleg, bukan rahasia lagi. Namun sampai saat ini belum ada resep yang ampuh menangkal janji-janji tersebut. Padahal janji adalah hutang yang mengingkari janji menurut Islam berdosa.

Tapi begitulah yang namanya politisi, motto yang berlaku adalah janjikan terus lupakan. Sekarang kita lihat di Pekanbaru, jauh sebelum kampanye ataupun hari H pilkada, sudah banyak ditemui pelanggaran-pelanggaran. Pertama, memperkenalkan diri melalui foto-foto, selebaran-selebaran ditempel dan digantung dimana-mana. Sambil dibubuhi pernyataan tentang diri para balon seperti : Jujur, Amanah, Berpengalaman, Berakhlak dsb. Balon ini tidak malu memuji diri sendiri.

Pertanyaannya, apakah iya (jujur, Amanah, Berakhlak) ? Kedua, telah ditemui spanduk-spanduk yang mengklaim bahwa kelompok masyarakat tertentu meminta kepada walikota agar tetap dan dipilih menjadi walikota berikutnya.

Pertanyaannya, apakah iya sepakat (pernahkah diadakan pertemuan atau rapat bersama masyarakat) ? Ketiga, banyak pula terlihat foto-foto balon walikota yang menonjolkan gelar-gelar akademis. Ada 3 buah gelar balon dan ada yang 4 buah gelar. Dilihat dari kesehariannya balon-balon tersebut adalah orang-orang sibuk, maklum pejabat-pejabat penting (Kadis, Kabiro, Asisten, Walikota, Bupati dll).

Pertanyaannya, kapan mereka kuliah dan meneliti? Beberapa contoh diatas yang sudah kita temui akan ditambah pula nanti munculnya lembaga-lembaga survey. Hasil survey lembaga-lembaga tersebut biasanya jarang sekali yang sama, karena tergantung siapa yang meminta (seharusnya hasilnya relatif sama).

Pertanyaannya, jujurkah lembaga survey tersebut (profesionalkah mereka) ?  Judul kita, mungkinkah pilkada tanpa dusta, pertanyaan ini pernah dijawab oleh peneliti senior CSIS, J. Kristiadi : “Pilkada dan dusta, ibarat saudara kembar. Tiada pilkada tanpa dusta, mereka selalu kompak berjalan seiring sejalan bergandengan tangan”.

Walaupun sudah ada jawabannya, kita tetap berharap pilkada nanti akan lebih baik yaitu tanpa dusta, dimana tidak berisi pepesan kosong, angin surga yang kenyataannya jarang bersua. Memang panggung politik adalah arena adu siasat, adu kecerdikan dan muslihat, adu lihai bahkan sering adu licik. Fakta dipelintir jadi dusta, penafsiran disesatkan, akal sehat dijungkir balikkan, demi menggapai kekuasaan.

Oleh sebab itu, perlu juga kita jawab temuan-temuan diatas tadi dengan jujur dan akal sehat. Apabila jawabannya ternyata bohong dan tidak jujur, berarti benar apa yang dikatakan oleh J. Kristiadi bahwa mustahil pilkada tanpa dusta. Berarti kita akan tetap hidup dalam nuansa kepalsuan.

Kita rindu dengan kepala daerah seperti Risma (Surabaya), Ganjar Pranowo (Jateng), Ridwan Kamil (Bandung), Ahok (DKI Jakarta) Azwar Annas (Banyuwangi). Sebetulnya banyak lagi contoh-contoh yang baik, seperti Bupati Bantaeng, Bupati Sragen . Mereka betul-betul pekerja keras, merakyat, jauh dari pencitraan, mereka berbuat dan berbuat. Kepada masyarakat dan pemilih, tidak ada jalan lain kecuali hati-hati memilih, pilihlah dengan cerdas sebab perangkap dan jebakan kebohongan selalu menganga.

Kepada balon kepala daerah, hentikanlah pembodohan-pembodohan, janji-janji palsu, rakyat sudah muak. Harapan rakyat tentu terpilihnya kepala daerah berkualitas, berintegritas, merakyat, pekerja keras dan tidak feodal. Semoga.***

Iqbal Ali adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Persada Bunda

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77