Opini

Budaya Liberal Mencetak Generasi Amoral

Budaya Liberal Mencetak Generasi Amoral
Wulan Citra Dewi, S.Pd
Jum'at, 12 Agustus 2016 05:36 WIB
Penulis: Wulan Citra Dewi, S.Pd
KEMAJUAN pesat di bidang media elektronik menjadi trand tersendiri bagi generasi saat ini. pro dan kontra dengan perkembangan yang semakin canggihpun tidak dapat di tangkal. Karena alaminya memang demikian, selalu ada pro dan kontra dalam setiap perubahan. Satu hal yang pasti, Inilah perkembangan zaman pada era kini maka kita harus siap menghadapi dan menyikapi. Tidak ada yang salah dengan perkembangan zaman. Alaminya memang demikian, zaman harus terus berkembang untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Selalunya, perkembangan zaman memberikan dua penawaran yang bersebrangan. Mau memanfaatkannya untuk kebaikan atau sebaliknya? Hidup adalah pilihan.

Namun, sangat disayangkan. Fakta yang berseliweran menunjukkan bahwa perkembangan zaman kini menjurus pada krisis identitas generasi. Lebih banyak kesia-siaan yang melenakan. Bahkan menjadikan generasi berjiwa labil, bertindak sesukanya dan mudah putus asa. Bahayanya lagi, ini tidak hanya menimpa dirinya tapi juga orang-orang di sekitarnya atau bahkan followersnya. Perkembangan media elektronik yang begitu pesat tidak mampu menjadi perisai generasi untuk menjadi unggul di bidang prestasi. Sebaliknya, justru menjadi wadah alay-alayan yang lebih pada amoral generasi bangsa. Mirisnya, justru hal ini menjadi trend yang harus dikejar mati-matian karena ingin dikenal banyak orang. Tidak perduli caranya seperti apa. Tujuan utama adalah terkenal. Dikagumi. Dipuji-puji. Terakhir, ingin secara instan mendapat banyak materi. Meski ujung-ujungnya harus mengeksploitasi diri. Akhirnya berujung pada depresi.

Tentu hal semacam ini bukan isapan jempol. Baru-baru ini jagad maya dihebohkan dengan ulah gadis 19 tahun asal Kepulauan Riau. Karin Novilda atau lebih dikenal dengan nama akun Awkarin. Kini, Awkarin menjadi idola baru bagi generasi remaja. Bukan karena prestasinya sebagai peraih nilai UN tertinggi ke-3 semasa SMP. Tapi karena ‘keberaniannya’ dalam memamerkan gaya hidup hedonis dan liberal yang diunggah melalui akun media sosialnya. Awkarin tidak segan memposting foto bahkan video vulgar bersama sang kekasih. Segala aktivitas pergaulan bebas Awkarin terupload lengkap di akun sosialnya. Terakhir, awkarin memposting sebuah video yang menjadi viral di dunia maya, ditonton 1,6 juta netizen dalam waktu enam hari. Video ini berisi tangisan dan curhatan histeris Awkarin karena diputuskan oleh kekasihnya.  Berita dukanya, followers Awkarin ini telah mencapai 600 ribu orang dan banyak diantara mereka yang masih di bawah umur. Masihkah kita merasa generasi bangsa ini aman-aman saja?

Tidak kalah viral, segerombolan remaja asal Lampung nekat mengunggah foto-foto porno yang dilakukan di dalam masjid. Berbagai pose mereka abadikan. Berpose seolah sedang sholat tapi tanpa pakaian. Ada yang seolah menjadi khatib di mimbar masjid tapi dengan mengenakan topi ala anak gaul. Ada pula dua remaja diantara mereka yang menenteng kotak amal hanya dengan mengenakan celana dalam. Apa tujuannya? Tidak ada tujuan apapun kecuali mencari sensasi. Jati diri. Ingin dipuji-puji. Intinya mencari kepuasan hati. Karena berbagai pose sudah lazim dilakoni. Semisal selfie dengan wajah manyun kesana-kemari, selfie di bibir tebing yang curam, selfie dengan menampilkan speedometer kendaraan yang dipacu super kencang atau selfie di tempat tertinggi. Semua itu sudah basi, jadi butuh inovasi. Terjelmalah para generasi alay, krisis moralitas, menghalalkan segala cara demi menyandang popularitas. Miris! Ini adalah fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan saja. Bagaimana yang tidak terlihat? Pasti lebih mengerikan dari yang tampil di permukaan.

Terbukti, bahwa perkembangan zaman tidak boleh asal disikapi. Butuh upaya serius dari orang tua, masyarakat, bahkan negara untuk mengatasi persoalan generasi masa kini. Tidak cukup hanya sebatas himbauan yang bersifat teknis semisal mengawasi dan mendampingi anak. Namun, harus ada upaya sistemik untuk menyelamatkan masa depan generasi. Tidak bisa kita pungkiri, bahwa paham liberal sangat berperan dalam menghancur leburkan identitas generasi bangsa. Kebebasan yang di agung-agungkan tidak membuahkan apapun kecuali kehancuran. Paham Liberal inilah yang hakikatnya menjadi pencetak generasi amoral yang begitu meresahkan, maka  harus diwaspadai dan segera ditindaklanjuti.

Pemahaman aqidah islam harus ditanamkan kepada generasi sejak usia dini. Orang tua adalah sebagai corong utama bagi anak-anaknya untuk menanamkan ajaran mulia ini. sedangkan masyarakat bertugas mengontrol bagaimana realitas yang terjadi. Harus peduli dan segera menasehati jika menyaksikan generasi yang tidak taat pada Illahi. Maka, tidak ada istilah individualisme jika ingin berhasil dalam mencetak generasi unggul, terbaik, dan berakhlak mulia. Selanjutnya, yang paling krusial dalam hal ini adalah peran Negara. Segala upaya orang tua dan masyarakat akan menguap tidak berbekas jika Negara tetap melestarikan budaya liberal.

Negara memiliki peran strategis untuk membendung bahkan mengenyahkan paham mematikan ini. Tentu bukan hanya sekedar  selogan-selogan teknis. Harus ada upaya sistemik dari Negara yakni dengan beralih dari sistem sekulerisme yang melahirkan gaya hidup liberal. Menuju kepada sistem Islam yang mampu menuntaskan segala problematika kehidupan. Islam akan meminimalisir bahkan meniadakan generasi amoral dengan mengenyahkan paham liberal bagi kehidupan. Inilah jalan sempurna untuk menyelamatkan generasi bangsa. Wallahualam. ***

Penulis adalah anggota Lajnah Fa’aliyah MHTI Wilayah Pekanbaru, Riau


Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/