Skandal Pajak Panama Papers, Ada Nama Sejumlah Pengusaha Indonesia

Skandal Pajak Panama Papers, Ada Nama Sejumlah Pengusaha Indonesia
Direktur Utama PT Saratoga Investama Sedaya, Sandiaga Uno. (tempo.co)
Selasa, 05 April 2016 09:21 WIB
JAKARTA - Nama sejumlah pengusaha Indonesia juga disebut dalam dokumen Panama Papers. Mereka menjadi klien dari Mossack Fonseca.

Salah satu nama yang muncul adalah Sandiaga Uno, pebisnis  yang  maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.  Sandiaga justru mempersilakan media mempublikasikan nama-nama perusahaan offshore miliknya jika terbukti.

Sandiaga mengatakan dirinya memang punya rencana membuka semuanya karena saat ini dalam proses mencalonkan diri menjadi pejabat publik. Meski begitu, tidak ada bukti bahwa ia menggunakan perusahaannya untuk tujuan tak terpuji.

Selain nama Sandiaga Uno, nama Riza Chalid dan Djoko Soegiarto Tjandra juga terseret masuk daftar dalam dokumen Mossack Fonseca. Riza Chalid pernah terlibat dugaan kasus “Papa Minta Saham”. Riza diduga menyusun permufakatan jahat tak lama setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden.

Nama Djoko Soegiarto Tjandra juga muncul. Djoko menjadi buronan kasus cessie (hak tagih) Bank Bali.

Terbongkarnya dokumen Panama Papers menyingkap tabir dugaan pengingkaran pajak terbesar dalam sejarah. Terletak di Nevada, firma ini mencoba melindungi diri dan kliennya dari dampak upaya hukum. Mossack membantu kliennya untuk mengelola perusahaan offshore.

Saat dikonfirmasi Tempo beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa pemerintah sudah mengantongi data mengenai ribuan perusahaan offshore dan perusahaan cangkang milik orang Indonesia di luar negeri.Dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak yang sedang dibahas menurut Bambang merupakan upaya pemerintah menarik pulang semua dana yang jumlahnya bisa mencapai ribuan triliun rupiah.

Apa Itu Skandal Pajak Panama Papers?

Dunia tengah membicarakan kebocoran dokumen finansial dari sebuah firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Data tersebut terangkum dalam hasil investigasi sebuah organisasi wartawan global, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), sebuah koran dari Jerman, SüddeutscheZeitung, dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia. Adapun Tempo menjadi satu-satunya media di Indonesia yang terlibat dalam pengungkapan skandal ini.

Data sebesar 2,6 terabita, yang berisi berisi informasi sejak 1977 sampai awal 2015, tersebut berhasil diungkap ke publik. Dari data tersebut dapat diintip dunia offshore atau dunia tanpa pajak bekerja. Mossack Fonseca tersebut menjajakan kerahasiaan finansial kepada politikus, penipu, mafia narkoba, sampai miliuner, selebritas, dan bintang olahraga kelas dunia, untuk mendirikan perusahaan di negara surga bebas pajak seperti Panama atau British Virgin Island.

Uang terus mengalir di dalam gelombang global namun terjaga secara rahasia. Tak jarang praktek tersebut mendorong lahirnya banyak modus kriminalitas dan perampokan kekayaan negara dari pajak yang tak dibayar. Semua transaksi tersebut disembunyikan di surga bebas pajak.

Dalam jutaan lembar dokumen itu, tergambar dengan detail sejumlah perjanjian bisnis yang melibatkan perusahaan offshore yang dilakukan oleh sejumlah tokoh kenamaan di dunia. Firma hukum ini memang terbilang kecil. Namun firma tersebut disebut-sebut berpengaruh di Panama. Firma ini memiliki kantor cabang di Hong Kong, Zurich, Miami dan 35 kota lain di seluruh dunia.

Panama Papers menyimpan data email, tabel keuangan, passport, dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank dan perusahaan di 21 wilayah atau yuridiksi offshore. Di dalam data itu, tersimpan pula kerahasiaan hasil kejahatan, seperti harta hasil curian, korupsi, maupun pencucian uang. Setidaknya ada 128 politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya tercantum dalam jutaan dokumen yang bocor ini.

Setelah diungkap, dokumen juga menunjukkan bagaimana Mossack secara teratur menawarkan klien mereka untuk membuatkan dokumen dengan tanggal mundur (backdated documents) untuk membantu klien mereka mendapatkan keuntungan dari berbagai perjanjian bisnis mereka. Setiap satu bulan ke belakang dalam penetapan tanggal dokumen perusahaan mereka, klien harus membayar US$ 8,75 pada Mossack.

Data tersebut berhasil diungkap pertama kali oleh seorang reporter di SüddeutscheZeitung. Kemudian, ia membaginya dengan ICIJ dan semua media dalam kolaborasi ini. Tak ada media yang diminta membayar untuk memperoleh dokumen ini. Dokumen itu kemudian berujung pada sejumlah operasi penggeledahan di Jerman pada awal 2015. Dokumen ini kemudian ditawarkan pada otoritas pajak di Inggris, Amerika Serikat dan sejumlah negara lain.***

Editor:sanbas
Sumber:tempo.co
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/